Jumat, November 28, 2008

Gua Maria Grabag


Sekerlap warna biru
Nampak indah di atas-Mu
Bukan sulap atas mataku
Namun sujud-sembah atas indah-Mu
Begitu hidup … sungguh, begitu nyata …
Itulah diri-Mu!
Wahai Bunda bercahaya biru.


Puisi yang keluar, saat sekejap melihat gambar Sang Bunda. Ya… syukur pada Tuhan, kami masih sempat melihatnya. Di sebuah daerah bernama Grabag, sebelah utara Kota Secang, saat itu kami berkunjung. Di sanalah sebuah Gua Maria diberkati oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Ignatius Suharyo, Pr., tertanggal 23 Juli 2005.

Sekilas Umat
Gua Maria Grabag… mungkin ini kali pertama kami atau Anda mendengarnya. Gua Maria di Grabag, apa ada? Di Grabag ada Gua Maria, mana mungkin? Mungkin itu yang terbersit kali pertama mendapat kabarnya. Namun, bolehlah kami memulai berbagi cerita tentangnya, karena ketakjuban yang tiada tara boleh sejenak kami rasakan di sana.

Yang bisa kami ceritakan tentang umat di Grabag, jumlahnya tidaklah banyak, kurang lebih 25 kepala keluarga. Tidak begitu banyak bukan …, namun cukuplah untuk menjadi sebuah wilayah tersendiri dari Paroki Santa Maria Fatima Magelang. Saat ini, sebagian besar umat di Grabag adalah para pendatang. Kekhasan para pendatang ini menjadi api yang sekiranya memberi nyala bagi jemaat perdana yang mulai agak redup. Ibarat lilin-lilin kecil kini mulai berkumpul, maka kegelapan di sekitar pun mulai sirna.

Kiranya terang lilin-lilin ini tidak menampakkan KEMEWAHAN, melainkan KESEDERHANAAN. Sebab, terangnya mulai dapat dinikmati jika ada dalam kegelapan. Bisalah Anda bayangkan sendiri…, bagaimana terang itu tidaklah menyilaukan, melainkan mengajak rasa iman tiap-tiap umat Allah untuk bernaung dan mencecap ketenteraman dan kesyahduannya. Ini sungguh-sungguh berkat Allah … Adalah Malam Jumat Kliwon tidak lagi membuat bulu kuduk berdiri dan kita pun lari, tapi malah dihampiri untuk bersama-sama dinikmati dalam kelimpahan rahmat Ilahi. Hal ini juga terjadi pada bulan Oktober maupun Mei. Rasanya hanya satu pengikat komunitas iman ini, yakni: Per Mariam Ad Jesum. Melalui Maria sampai pada Yesus, yang jelas tertera di dinding sebagai pengakuan dan pengukuhannya oleh Uskup Agung Semarang pada hari Sabtu Legi.

Pemaknaan…
Menyoal Sabtu Legi, muncul sepercik pencerahan. Rasa Jawa pasti hendak memahami makna hari Sabtu Legi. Namun, rasa Kristiani akan mendasarinya dengan terang ilahi. Muncullah pemaknaan. Sabtu Legi bolehlah dimaknai Sabda Tuhan. Legi dimengerti sebagai manis. Maka, Sabtu Legi tiada lain adalah Sabda Tuhan yang Manis. Ya… Sabda Tuhan memang manis, saat kami sadar bahwa Sabda itu berwujud dalam kehangatan tegur sapa umat setempat di suasana alam yang dingin. Bukan tidak mungkin bahwa kehangatan tersebut merupakan aktualisasi rasa iman yang mendalam, bersumber pada kesederhanaan cinta akan Allah dalam doa bersama Sang Bunda.

Butir demi butir doa dalam rosario bersama Sang Bunda, membawa kita pada pengalaman iman akan salib Kristus. Maka, salib rosario tidak hanya salib kecil, melainkan sungguh-sungguh salib rosario itu berwujud salib besar. Di sanalah kita diajak memahami inti salib Kristus sambil mengumandangkan doa rosario bersama Sang Bunda. Jadi, benarlah fakta. Patung Sang Bunda membawa rosario tak bersalib, namun ia sungguh berdampingan dengan salib Kristus.

Bersua Hyang Putra dan Sang Bunda
Seperti yang terungkap pada awal tutur ini, jumlah umat disini hanya 25 kepala keluarga dan mereka semua adalah pendatang. Jangan bertanya mengapa mereka bisa “terdampar” di daerah ini. Karena itulah rencana Sang Khalik. Mereka yang disatukan oleh iman akan Salib yang menyelamatkan itu kemudian berkumpul. Dari semangat doa itulah mereka berniat membangun sebuah sekolah.

Sekolah yang diberi nama SMP Pendowo Grabag didirikan pada tahun 1982, menjadi saksi kerasulan mereka di tengah dunia. Tetapi sayang sekolah ini sekarang tidak lagi beroperasi. Mengapa? Karena berdiri sebuah gereja di sebelahnya! Prasangkalah yang membuat sekolah ini tidak bisa lagi menjadi terang bagi sesamanya. Sungguh sangat disayangkan… Tanah yang masih luas di sekitar sekolah membuat mereka memberanikan diri mewujudkan rumah doa.

Pendirian Kapel Santo Yusuf akhirnya dimulai. Tentu saja dengan izin dan proses yang lama, seperti biasanya. Pembangunan itu tentunya tidak semudah seperti penuturan kisah ini tentunya. Karena dari penuturan Ibu Ch. Maryanti, saat rumah Allah ini akan dibangun, penolakan, pelemparan batu, dan ancaman pembakaran meneror umat Allah di daerah Grabag. Sisa lemparan masih dapat kita lihat di kaca depan kapel. Tetapi surutkah mereka? TIDAK! Dengan kepasrahan dan doa, mereka serahkan semua kehadirat Gusti Dalem. Mereka betul - betul menyadari inilah salib mereka dan akan mereka tanggung bersama.

Tahun 1991 Kapel Santo Yusuf Stasi Grabag mulai dibangun. Pendirian rumah bagi Sang Putra kini sudah paripurna, tetapi justru itulah awal perjalanan umat Stasi Grabag memasuki babak baru peziarahan iman mereka. Merawat, melestarikan, dan menghidupi kekatolikan mereka agar tetap subur di tengah semak dan duri, itulah salib mereka yang baru. Ya, itulah salib. Bukan beban. Salib harus kita pikul dengan kepasrahan dan kerelaan, serta dengan segala harapan bahwa Tuhan juga memiliki rencana yang indah saat kita dirasa cukup memikul salib kita di dunia. Itu jauh lebih sulit dari sebelumnya, tetapi jangan khawatir Saudaraku, seluruh Gereja umat Allah akan membantumu dengan darasan doa.

Keinginan memperindah rumah Allah itu pun tidak berhenti, selain itu kerinduan pada Sang Bunda juga mengelayuti hati umat Gereja diaspora ini. Dengan bantuan dari berbagai pihak pembangunan Gua Maria Grabag dimulai pada Oktober 2002 dan diresmikan pada 23 Juli 2005 oleh Mgr. Ign. Suharyo, Pr. Memang tanah di sekitar gua ini sangat besar karena menyatu dengan SMP Pendowo Grabag dan Kapel Santo Yusuf, tetapi Gua Maria itu sendiri sangatlah kecil, mungkin hanya berukuran 10 x 10 meter.

Udara yang asri dan sejuk serta tempat yang belum banyak dikunjungi orang inilah yang membuat suasana menjadi khusyuk dan hening. Banyak kisah menarik selanjutnya yang terjadi di sini. Seperti cahaya biru yang muncul saat pengambilan gambar patung Sang Bunda, bisikan Gusti Dalem pada Ibu Ch. Maryanti, dan berbagai hal yang membuat decak kagum dan merinding ketika mendengar kisah sederhana nan menakjubkan itu. Kami tidak akan banyak bertutur di sini, biarlah Anda merasakan suasana hening Gua Maria ini dan mendengar sendiri kisah – kisah dari Ibu Ch. Maryanti.

Undangan…
Apabila Anda berniat berdoa di Gua Maria Grabag mungkin sedikit petunjuk dari kami bisa membantu. Dari arah Semarang ke Jogja, setelah daerah Pringsurat di sebelah kiri jalan ada daerah bernama Grabag. Ikuti jalan tersebut kemudian setelah sampai di pasar Grabag, Anda mengambil arah ke selatan menuju daerah Pakis. Tak kurang 400m dari pasar, di sebelah kiri jalan, Anda akan menemukan lokasi Gua Maria Grabag.
Kiranya, demikianlah sharing yang dapat kami ungkap. Jelas, tidaklah lengkap. Namun, kami berharap, jikalau masih diberikan saat barang sekejap, kami akan mengulang rasa takjub itu dengan penuh nikmat, apalagi jika bisa menginap. Sementara kenangan, biarlah tinggal tetap, untuk kami ceritakan kepada siapa yang ingin mencecap. Agar mereka pun pada suatu saat, entah bisa mampir atau melihat, ikut mendapat berkat, melalui Bunda bercahaya biru… (mmf).

1 komentar:

Wib mengatakan...

Sebagaimana Engkau telah menghadirkan angin yang berhembus tenang di Gua Maria itu, sebagaimana pula Engkau telah menciptakan udara sejuk yang melingkupi tempat itu, berikanlah ketenangan dan kesejukan dalam batin kami ya Bapa, agar kami semakin bisa memahami apa yang Engkau sampaikan di sana. Amin