Jumat, November 28, 2008

Wajah Gereja Katedral Pada Tahun Anak-Remaja 2008

Berpikir dan melihat bagaimana program kerja serta fokus pastoral di paroki-paroki se Keuskupan Agung Semarang pada tahun 2008 berarti melihat kiprah dan perhatian Gereja pada anak dan remaja dalam pengembangan lingkungan. Kiranya kurang tepat kalau kita hanya memfokuskan kiprah anak dan remaja saja, tanpa pemahaman menyeluruh dan jelas untuk apa anak dan remaja diberi fokus perhatian.

Pada permenungan kali ini, saya menawarkan dan mengajak para orangtua, pendamping PIA – PIR serta aktifis lingkungan/wilayah dan Paroki untuk sejenak memberi pehatian pada apa yang telah kita buat selama tahun 2008 ini.
Saya mempunyai impian dan pengandaian ada program kerja lingkungan/ wilayah yang secara khusus telah diancang untuk memberi porsi lebih bagi keterlibatan keluarga (fokus pastoral tahun 2007) yang kemudian diteruskan dengan memberi kesempatan lebih luas bagi kiprah anak dan remaja untuk pengembangan lingkungan di tahun 2008 ini.

Langkah awal, kita isi dulu data statistik atau kita ketahui keberadaan anak dan remaja serta lingkungan pembentukannya yang memungkinkan bagi kiprah anak dan remaja di lingkungan/wilayah bahkan hingga paroki kita. Pembuatan program berdasarkan data-data statistik dan situasi yang nyata, akan menyentuh kebutuhan dalam rangka koordinasi dan berjejaring di lingkungan se wilayah bahkan hingga ke paroki. Data awal (data anak dan remaja) dan kaum muda yang berasal dari lingkungan atau kelompok tertentu, misalnya:

No Jenis kelompok Jumlah Keterangan
Hingga tahun 2008: Sudah terdampingi
atau kegiatannya apa saja?
1. Anak usia dibawah 3 tahun

2. Anak usia 4 – 6 tahun atau KB/TK

3. Anak usia SD kelas 1 - 3

4. Anak usia SD kelas 4 – 6

5. Anak usia SMP kelas VII – IX

6. Anak usia SMA/SMK kelas X – XII

7. Pendamping Anak:
- Sekolah Minggu
- Putra Altar
- ………….
8. Pendampingan Remaja:
- PIR:
- …………..
- …………..
9. Pendampingan Kaum Muda
- Issue-issue yang baik untuk dipelajari, misal: Melèk Politik, global warming, penananaman nilai kehidupan

- Siapa saja yang terlibat

- Apa saja kegiatan yang telah dibuat

- Bagaimana berjejaring dengan kelompok lainnya

9. Pasutri usia nikah
- antara 0 – 5 tahun
- antara 6 – 10 tahun
- antara 11 – 15 tahun
- antara 16 – 20 tahun

Melalui data singkat dan pokok ini, akan kita ketahui peta dan wajah Gereja kita (mulai dari lingkungan, wilayah hingga paroki) sehingga kita bisa mengatakan, misalnya:
1. Pada tahun ini, jumlah anak dan remaja di lingkungan kami sekian orang. Mereka telah berkiprah dalam kegiatan lingkungan ini itu, dst.
2. Orangtua dan pendamping telah ambil bagian dalam kegiatan pendampingan iman anak – remaja melalui kegiatan ini dan itu, dst.
3. Pengurus Lingkungan telah memberi kesempatan dan berjejaring dengan kelompok PIA – PIR maupun pendampingnya sehingga kegiatan lingkungan yaitu ini dan itu telah dilibati oleh anak, remaja, kaum muda dan dewasa.
4. Alokasi dana yang disetujui untuk pendampingan anak dan remaja, juga keterlibatan peserta maupun orangtua sebagai sikap berbagi perhatian (dengan dasar berbagi lima roti dua ikan) untuk pelbagai kegiatan telah menunjukkan keterlibatan yang lebih dari unsur-unsur yang ada di lingkungan atau kelompok paguyuban. Dengan demikian gerakan berbagi sudah mulai dirasakan dengan buah hasilnya ini dan itu, dst.
5. Umpan balik dari orangtua mengenai perkembangan kepribadian dan kerohanian dari anak dan remaja yang telah didampingi secara khusus antara lain ini dan itu, dst.

Selamat merenung dan didukung dengan data-data yang ada, sehingga wajah Gereja kita telah diwarnai oleh keterlibatan anak dan remaja yang juga terukur. Sehingga ide berpastoral dengan data, telah menjadi cara bertindak di paroki kita yang menyandang gelar khusus: Paroki Katedral. Kalau kita masih kesulitan mengisi data-data tersebut, berarti kita masih perlu belajar rendah hati, berjejaring dan membiasakan diri dengan aneka catatan yang diperlukan. Kita masih dan akan terus menjadi dewasa dalam penataan kehidupan.
(fx. sukendar wignyosumarta, pr)

AGAR WAJAH GEREJA ANAK DAN REMAJA LEBIH HIDUP

Dunia anak dan remaja penuh dinamika hidup yang mempesona. Pertumbuhan menampilkan episode kehidupan yang berubah sangat cepat dari waktu ke waktu. Sering kali kita dikejutkan melihat cepatnya pertumbuhan seorang anak. “Wah sekarang sudah besar…, dulu saya mengenalmu masih kecil dan lucu…”. Demikian ungkapan yang sering terlontar saat melihat seorang anak yang pernah dikenal ’tiba-tiba’ sudah menjadi remaja, atau bahkan sudah menjadi pemuda-pemudi yang menjelang dewasa.

Kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya
Kata-kata sub-judul tersebut di atas adalah kata-kata bijak yang perlu ditangkap oleh semua orang, baik para anak dan remaja, maupun para pembina, dan bahkan oleh kita semua: seluruh Gereja! Kita hidup di dunia hanya satu kali saja. Demikian juga, kita menjadi anak dan remaja juga hanya satu kali. Masa anak dan remaja adalah masa pembentukan kepribadian yang amat penting. Baik buruknya kepribadian seseorang dipengaruhi antara lain oleh pengalaman masa anak dan remajanya. Bila anak dan remaja tidak mendapatkan kasih selama perkembangannya kesempatan emas pun lewat dan tak tergantikan. Bila anak dan remaja kurang dilibatkan dalam kegiatan lingkungan dan paroki, maka sikap dan kepribadian mereka pun bisa terbentuk menjadi seperti itu (enggan terlibat) terhadap Gereja (semoga tidak).

Bagaimana memberi kesempatan?
Dalam kegiatan di lingkungan/wilayah/paroki, terlihat dengan jelas bagaimana anak dan remaja dilibatkan. Suatu saat, penulis datang melayani pemutaran film rohani di suatu lingkungan di daerah pedesaan. Banyak anak dan remaja diajak serta oleh orang tua mereka. Di daerah perkotaan, pelayanan yang sama hanya dihadiri oleh para orang tua, sedang anak dan remaja tidak terlihat. Memang, ada lingkungan yang merupakan Gereja muda, banyak anak dan remaja-nya, dan ada lingkungan yang kebanyakan umatnya adalah kaum dewasa dan lansia. Namun, ada kecenderungan di paroki kota memang kurang melibatkan anak dan remaja dalam kegiatan lingkungan. Para orang tua kurang mengajak anak dalam kegiatan di lingkungan, atau anak terlalu banyak tugas/kursus. Bila jumlah anak dan remaja di lingkungan hanya sedikit, anak dan remaja dapat diikut sertakan dalam kegiatan anak-remaja di paroki. Karena itulah, di paroki perlu ada kegiatan untuk anak dan remaja!

Kegiatan untuk anak dan remaja tidak terbatas pada Putera Altar, PIA dan PIR (Pembinaan Iman Anak dan Pembinaan Iman Remaja). Di Paroki Katedral sedang dirintis pembentukan paduan suara anak dan remaja (Sukses!). Selain itu ada juga perkumpulan anak dan remaja pendoa, seperti Legio Maria Yunior, yang sudah terbentuk (kembali) di Paroki Katedral (Selamat! Bdk. BERKAT Edisi 34/Juni-Juli 2008 hal.23). Di bidang pendidikan pun Legio Maria memberi Bimbingan Belajar (seperti yang diadakan Pelayanan Sosial GARAM), yang pasti dapat diperluas pelayanannya dengan acara permainan dan pelatihan seperti dalam Pramuka.

PIA, PIR dan Kaum Muda Paroki Katedral telah cukup sering menunjukkan kebolehannya dalam mengadakan sendratari dan visualisasi Kitab Suci di dalam Perayaan Ekaristi (Selamat!). Dalam Perayaan Ekaristi 80 tahun Paroki Katedral, akan diadakan juga visualisasi sejarah paroki (Sukses!). Visualisasi Kitab Suci merupakan kegiatan yang menarik bagi anak dan remaja. Orang tua akan terlibat juga untuk mengurusi perlengkapan dan kostum yang akan digunakan. PIA dan PIR di tingkat lingkungan/wilayah pasti mampu mengadakan visualisasi KS untuk acara-acara Natalan atau Paskahan di lingkungan/wilayah.

Aneka Permainan dan Lomba
Permainan dan lomba adalah acara yang selalu menarik bagi anak dan remaja. Anak dan remaja yang sedang tumbuh ingin berprestasi dan ingin agar prestasi mereka dihargai. Dalam Pramuka, selain ada ajang lomba yang formal, banyak permainan dalam acara latihan yang bersifat lomba. Permainan dan lomba dapat juga ditawarkan kepada anak dan remaja di lingkungan/wilayah/paroki. Lomba ketertiban Putera Altar, misalnya. Lomba Kitab Suci, seperti Cerdas Tangkas, Baca Mazmur, Mewarna, Menggambar, dll., cukup mudah diadakan. Dalam acara Pameran Kitab Suci di Sukasari tahun 2007 yl., diadakan lomba busana ibadat dan lomba menyanyi. Itu beberapa contoh lomba yang dapat/pernah dilaksanakan.

Festival Lagu Anak ”Ayo Puji Tuhan” antar paroki (bdk. BERKAT Edisi 34/Juni-Juli 2008 hal.14-15) termasuk kegiatan lomba yang sangat baik dan menarik. Untuk menghidupkan kegiatan anak dan remaja di paroki, kegiatan semacam ini dapat diselenggarakan di tingkat paroki juga (antar lingkungan/wilayah). Bagaimana dengan lomba organis anak dan remaja?

Dalam abad teknologi informasi ini, aneka lomba menggunakan aplikasi komputer juga sangat menarik dan sangat mungkin untuk diadakan. Mengapa tidak? Misalnya lomba menggambar dengan komputer atau mengisi website paroki – khususnya rubrik anak dan remaja? (Yang berminat supaya bersuara lewat SMS UMAT: 081326053000).

Peningkatan Kualitas Kehidupan Paroki
Lomba adalah sarana untuk meningkatkan kualitas penampilan. Dengan diadakannya lomba, prestasi anak dan remaja pasti meningkat. Mereka berusaha untuk menang, mereka belajar, mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Alhasil, pasti kemampuan mereka akan meningkat pula. Kalau para pemenang diberi kesempatan dan diarahkan untuk menyajikan kemampuan mereka, tentu hasilnya bermanfaat untuk meningkatkan aneka kehidupan paroki. Dampaknya, umat dan seluruh Gereja akan ikut menikmati hasilnya. Mari kita buka kesempatan bagi anak dan remaja kita. Mari kita buka kesempatan bagi paroki kita. Kesempatannya tidak pernah sama!
(ams. darmawan)

Anjangsana PIR Katedral


Minggu, tanggal 10 Agustus, PIR Katedral beserta para pendamping beranjangsana ke PIR Gereja St. Evangelista Kudus. Pukul 06.00 pagi, kami berkumpul di Gereja Katedral untuk melakukan daftar ulang dan mulai berangkat pukul 07.00 WIB dengan menggunakan satu buah bus.

Setelah dua jam dalam perjalanan, pukul 09.00 WIB kami tiba di tujuan dan disambut hangat oleh para pendamping PIR dari Kudus. Pukul 10.15 WIB acara baru dimulai karena menunggu sebagian remaja dari Kudus yang sedang mengikuti pembekalan Putra Altar. Sangat disayangkan banyak remaja dari Kudus yang tidak dapat hadir karena sebagian dari mereka mengikuti PERSAMI (Perkemahan Sabtu Minggu). Namun karena kekompakan pendamping PIR Kudus dan tim panitia Katedral acara tetap dapat berlangsung dengan baik.

Diawali dengan doa pembukaan dari remaja Kudus dan sambutan dari kak Julianto selaku koordinator PIR Kudus. Selanjutnya acara perkenalan yang dikemas dengan lagu dan gerakan bersalam-salaman secara bergantian dilanjutkan permainan “tas ransel” yang dipandu oleh mas Cristian dan mas Seno dari pendamping PIR Katedral. Selanjutnya acara perkenalan, mulai dari pendamping Katedral yang dipandu oleh mbak Winda dan dari Kudus dipandu sendiri oleh kak Julianto. Sesu-dah semua saling mengenal kemudian masuk acara inti yaitu sharing antar remaja dan pendamping baik itu mengenai kegiatan-kegitan yang dilakukan pada waktu pendampingan, bagaimana cara menjaring remaja untuk bisa terlibat dalam PIR, model pendampingan dan suka duka dalam pelayanan di PIR. Setelah sharing acara dilanjutkan dengan menyanyi bersama diiringi petikan gitar oleh mas Oki dan mas Ferid dari pendamping Katedral sehingga acara semakin meriah dan berkesan.

Acara ditutup dengan doa penutup sekaligus doa makan siang dipimpin oleh Anita, salah satu remaja Katedral. Setelah makan siang, kami berfoto bersama di halaman Gereja St. Yohanes Evangelista Kudus dan saling mengucapkan perpisahan antara remaja dan pendamping PIR Katedral dan Kudus.

Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena acara dapat berjalan dengan baik dan lancar. Tak lupa kami juga mengucapkan te-rimakasih atas dukungan dan bantuan dana dari Romo dan Dewan Paroki Katedral. Serta ucapan terimakasih untuk para pendamping PIR Katedral yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pembentukan panitia kecil Anjangsana, dan terimakasih untuk adik-adik remaja PIR Katedral yang telah turut berpartisipasi dengan penuh semangat dan keceriaan sehingga acara ini bisa berjalan lancar dan meriah. Terimakasih pula untuk remaja dan pendamping PIR Kudus yang telah menerima dan menyambut kami dengan penuh kehangatan dan persaudaraan. Se-moga pada kesempatan yang lain kegiatan serupa dapat dilaksanakan kembali untuk meningkatkan rasa keakraban dan menjalin kebersamaan sesama umat. Berkah Dalem.
(delta winda)

Penyegaran dan Pelatihan Lektor


Dalam rangka membangkitkan semangat dan kualitas lektor mewartakan sabda, tim lektor mingguan Katedral mengadakan penyegaran dan pelatihan lektor pada tanggal 30-31 Agustus di Kerep-Ambarawa. Acara ini mengundang seluruh lektor mulai lektor mingguan, lektor harian hingga lektor Maria Fatima.

Kegiatan dimulai pada hari Sabtu, 30 Agustus pukul 4 sore. Para lektor yang berjumlah 31 orang berangkat dari Katedral dengan menaiki truk polisi menuju Kerep Ambarawa. Perjalanan yang menempuh waktu sekitar 45 menit terasa menyenangkan karena beberapa peserta melakukan kekonyolan yang mengundang perhatian pemakai jalan yang lainnya. Setibanya di Kerep, acara pembuka pun dimulai dengan perkenalan yang dikemas menarik dimana masing-masing peserta tidak memperkenalkan dirinya sendiri tetapi memperkenalkan temannya yang sebelumnya sudah diberi kesempatan untuk berkenalan. Peserta yang dapat memperkenalkan teman-teman barunya dengan baik, unik dan lucu mendapatkan sebuah bingkisan sebagai imbalan.

Setelah ice breaking, sesi pertama dan kedua pun dimulai. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan beberapa pertanyaan sekitar lektor yang sebelumnya telah dibuatkan oleh Romo Sugiyana. Hasil diskusi dipresentasikan dan dibahas bersama serta ditanggapi oleh Romo. Di samping itu, disajikan pula materi yang membangkitkan semangat lektor dimana seorang lektor adalah salah satu petugas yang berperan penting dalam liturgi sabda. Melalui lektor yang membacakan kitab suci, Allah hadir menyampaikan Sabda-Nya kepada umat beriman dan sekaligus membuka kasanah harta Alkitab kepada mereka. Materi ditutup dengan animasi yang dapat memotivasi peserta untuk tetap setia dalam melayani Tuhan walaupun halangan, tantangan dan ancaman menghadang.

Menutup kegiatan hari itu, para peserta mengikuti Ekaristi Minggu Biasa dengan lagu Taize yang diringi alunan gitar sehingga suasana terasa hening dan khidmat. Apalagi didukung dengan pendar cahaya lilin yang agak redup sehingga suasana semakin syahdu.

Keesokan harinya, pukul 06.00 diadakan Jalan Salib dengan menggunakan rute Jalan Salib di Gua Maria Kerep Ambarawa. Setelah masing-masing berdoa di depan Gua Maria, peserta diajak untuk sarapan pagi. Selesai makan, beberapa gamespun dilakukan di tempat Perjamuan Kana. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan diharapkan satu sama lain dapat saling bekerja sama agar dapat memenangkan games sehingga mendapat hadiah. Salah satunya adalah games mumi dimana salah satu anggota tiap kelompok tubuhnya dibalut dengan tisyu sampai seperti mumi. Games ini berlangsung ramai dan penuh canda tawa karena sang mumi diminta bergoyang dangdut seasyik mungkin tanpa merusak balutan tisyunya.

Pukul 09.00, sesi ketiga berlangsung. Sesi ini bertujuan untuk memberi pengetahuan dan melatih lektor secara teknis untuk dapat membacakan Alkitab dengan baik dan penuh penghayatan serta tanggung jawab. Materi yang sarat akan pengetahuan tentang lektor dibawakan oleh Pak Agus dengan baik sehingga wawasan para peserta dibuka lebih luas lagi. Sesi ini dilanjutkan dengan sesi keempat yaitu praktek secara langsung materi yang sebelumnya sudah diterima. Sayangnya, karena waktu yang singkat, praktek ini tidak sempat dilakukan.

Sebelum seluruh rangkaian acara selesai, peserta diajak kembali untuk menikmati hidangan makan siang. Setelah itu peserta mengikuti acara terakhir yaitu kesan dan pesan yang diwakili dari panitia dan tiap anggota lektor. Hampir seluruh peserta baik dan puas atas berlangsungnya acara ini. Diharapkan acara seperti ini dapat dilakukan tiap tahunnya.

Setelah doa penutup, peserta berfoto di taman sebagai kenang-kenangan dan sesudahnya peserta diijinkan untuk belanja souvenir. Pukul 15.00 peserta bersiap kembali menaiki truk polisi untuk menuju Gereja Katedral.
(tim lektor katedral)

Gua Maria Grabag


Sekerlap warna biru
Nampak indah di atas-Mu
Bukan sulap atas mataku
Namun sujud-sembah atas indah-Mu
Begitu hidup … sungguh, begitu nyata …
Itulah diri-Mu!
Wahai Bunda bercahaya biru.


Puisi yang keluar, saat sekejap melihat gambar Sang Bunda. Ya… syukur pada Tuhan, kami masih sempat melihatnya. Di sebuah daerah bernama Grabag, sebelah utara Kota Secang, saat itu kami berkunjung. Di sanalah sebuah Gua Maria diberkati oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Ignatius Suharyo, Pr., tertanggal 23 Juli 2005.

Sekilas Umat
Gua Maria Grabag… mungkin ini kali pertama kami atau Anda mendengarnya. Gua Maria di Grabag, apa ada? Di Grabag ada Gua Maria, mana mungkin? Mungkin itu yang terbersit kali pertama mendapat kabarnya. Namun, bolehlah kami memulai berbagi cerita tentangnya, karena ketakjuban yang tiada tara boleh sejenak kami rasakan di sana.

Yang bisa kami ceritakan tentang umat di Grabag, jumlahnya tidaklah banyak, kurang lebih 25 kepala keluarga. Tidak begitu banyak bukan …, namun cukuplah untuk menjadi sebuah wilayah tersendiri dari Paroki Santa Maria Fatima Magelang. Saat ini, sebagian besar umat di Grabag adalah para pendatang. Kekhasan para pendatang ini menjadi api yang sekiranya memberi nyala bagi jemaat perdana yang mulai agak redup. Ibarat lilin-lilin kecil kini mulai berkumpul, maka kegelapan di sekitar pun mulai sirna.

Kiranya terang lilin-lilin ini tidak menampakkan KEMEWAHAN, melainkan KESEDERHANAAN. Sebab, terangnya mulai dapat dinikmati jika ada dalam kegelapan. Bisalah Anda bayangkan sendiri…, bagaimana terang itu tidaklah menyilaukan, melainkan mengajak rasa iman tiap-tiap umat Allah untuk bernaung dan mencecap ketenteraman dan kesyahduannya. Ini sungguh-sungguh berkat Allah … Adalah Malam Jumat Kliwon tidak lagi membuat bulu kuduk berdiri dan kita pun lari, tapi malah dihampiri untuk bersama-sama dinikmati dalam kelimpahan rahmat Ilahi. Hal ini juga terjadi pada bulan Oktober maupun Mei. Rasanya hanya satu pengikat komunitas iman ini, yakni: Per Mariam Ad Jesum. Melalui Maria sampai pada Yesus, yang jelas tertera di dinding sebagai pengakuan dan pengukuhannya oleh Uskup Agung Semarang pada hari Sabtu Legi.

Pemaknaan…
Menyoal Sabtu Legi, muncul sepercik pencerahan. Rasa Jawa pasti hendak memahami makna hari Sabtu Legi. Namun, rasa Kristiani akan mendasarinya dengan terang ilahi. Muncullah pemaknaan. Sabtu Legi bolehlah dimaknai Sabda Tuhan. Legi dimengerti sebagai manis. Maka, Sabtu Legi tiada lain adalah Sabda Tuhan yang Manis. Ya… Sabda Tuhan memang manis, saat kami sadar bahwa Sabda itu berwujud dalam kehangatan tegur sapa umat setempat di suasana alam yang dingin. Bukan tidak mungkin bahwa kehangatan tersebut merupakan aktualisasi rasa iman yang mendalam, bersumber pada kesederhanaan cinta akan Allah dalam doa bersama Sang Bunda.

Butir demi butir doa dalam rosario bersama Sang Bunda, membawa kita pada pengalaman iman akan salib Kristus. Maka, salib rosario tidak hanya salib kecil, melainkan sungguh-sungguh salib rosario itu berwujud salib besar. Di sanalah kita diajak memahami inti salib Kristus sambil mengumandangkan doa rosario bersama Sang Bunda. Jadi, benarlah fakta. Patung Sang Bunda membawa rosario tak bersalib, namun ia sungguh berdampingan dengan salib Kristus.

Bersua Hyang Putra dan Sang Bunda
Seperti yang terungkap pada awal tutur ini, jumlah umat disini hanya 25 kepala keluarga dan mereka semua adalah pendatang. Jangan bertanya mengapa mereka bisa “terdampar” di daerah ini. Karena itulah rencana Sang Khalik. Mereka yang disatukan oleh iman akan Salib yang menyelamatkan itu kemudian berkumpul. Dari semangat doa itulah mereka berniat membangun sebuah sekolah.

Sekolah yang diberi nama SMP Pendowo Grabag didirikan pada tahun 1982, menjadi saksi kerasulan mereka di tengah dunia. Tetapi sayang sekolah ini sekarang tidak lagi beroperasi. Mengapa? Karena berdiri sebuah gereja di sebelahnya! Prasangkalah yang membuat sekolah ini tidak bisa lagi menjadi terang bagi sesamanya. Sungguh sangat disayangkan… Tanah yang masih luas di sekitar sekolah membuat mereka memberanikan diri mewujudkan rumah doa.

Pendirian Kapel Santo Yusuf akhirnya dimulai. Tentu saja dengan izin dan proses yang lama, seperti biasanya. Pembangunan itu tentunya tidak semudah seperti penuturan kisah ini tentunya. Karena dari penuturan Ibu Ch. Maryanti, saat rumah Allah ini akan dibangun, penolakan, pelemparan batu, dan ancaman pembakaran meneror umat Allah di daerah Grabag. Sisa lemparan masih dapat kita lihat di kaca depan kapel. Tetapi surutkah mereka? TIDAK! Dengan kepasrahan dan doa, mereka serahkan semua kehadirat Gusti Dalem. Mereka betul - betul menyadari inilah salib mereka dan akan mereka tanggung bersama.

Tahun 1991 Kapel Santo Yusuf Stasi Grabag mulai dibangun. Pendirian rumah bagi Sang Putra kini sudah paripurna, tetapi justru itulah awal perjalanan umat Stasi Grabag memasuki babak baru peziarahan iman mereka. Merawat, melestarikan, dan menghidupi kekatolikan mereka agar tetap subur di tengah semak dan duri, itulah salib mereka yang baru. Ya, itulah salib. Bukan beban. Salib harus kita pikul dengan kepasrahan dan kerelaan, serta dengan segala harapan bahwa Tuhan juga memiliki rencana yang indah saat kita dirasa cukup memikul salib kita di dunia. Itu jauh lebih sulit dari sebelumnya, tetapi jangan khawatir Saudaraku, seluruh Gereja umat Allah akan membantumu dengan darasan doa.

Keinginan memperindah rumah Allah itu pun tidak berhenti, selain itu kerinduan pada Sang Bunda juga mengelayuti hati umat Gereja diaspora ini. Dengan bantuan dari berbagai pihak pembangunan Gua Maria Grabag dimulai pada Oktober 2002 dan diresmikan pada 23 Juli 2005 oleh Mgr. Ign. Suharyo, Pr. Memang tanah di sekitar gua ini sangat besar karena menyatu dengan SMP Pendowo Grabag dan Kapel Santo Yusuf, tetapi Gua Maria itu sendiri sangatlah kecil, mungkin hanya berukuran 10 x 10 meter.

Udara yang asri dan sejuk serta tempat yang belum banyak dikunjungi orang inilah yang membuat suasana menjadi khusyuk dan hening. Banyak kisah menarik selanjutnya yang terjadi di sini. Seperti cahaya biru yang muncul saat pengambilan gambar patung Sang Bunda, bisikan Gusti Dalem pada Ibu Ch. Maryanti, dan berbagai hal yang membuat decak kagum dan merinding ketika mendengar kisah sederhana nan menakjubkan itu. Kami tidak akan banyak bertutur di sini, biarlah Anda merasakan suasana hening Gua Maria ini dan mendengar sendiri kisah – kisah dari Ibu Ch. Maryanti.

Undangan…
Apabila Anda berniat berdoa di Gua Maria Grabag mungkin sedikit petunjuk dari kami bisa membantu. Dari arah Semarang ke Jogja, setelah daerah Pringsurat di sebelah kiri jalan ada daerah bernama Grabag. Ikuti jalan tersebut kemudian setelah sampai di pasar Grabag, Anda mengambil arah ke selatan menuju daerah Pakis. Tak kurang 400m dari pasar, di sebelah kiri jalan, Anda akan menemukan lokasi Gua Maria Grabag.
Kiranya, demikianlah sharing yang dapat kami ungkap. Jelas, tidaklah lengkap. Namun, kami berharap, jikalau masih diberikan saat barang sekejap, kami akan mengulang rasa takjub itu dengan penuh nikmat, apalagi jika bisa menginap. Sementara kenangan, biarlah tinggal tetap, untuk kami ceritakan kepada siapa yang ingin mencecap. Agar mereka pun pada suatu saat, entah bisa mampir atau melihat, ikut mendapat berkat, melalui Bunda bercahaya biru… (mmf).

Pertemuan Legio Mariae Gereja Katedral


Legio Mariae Presidium Pelindung Gereja Dari Bahaya, pada hari Minggu, 7 September, mengadakan misa syukur bersama anggota aktif dan auxilier dengan dipimpin oleh Rm. Herman Yoseph Singgih S.S, Pr sebagai Romo Pembimbing Rohani, bertempat di Kapel Maria Fatima, Jl. Banowati Raya 29.

Misa dimulai pukul 10.45 dengan dihadiri +/- 70 orang. Mereka yang hadir tidak hanya para legioner yang masih aktif saja tetapi ada juga anggota legio yang dulu pernah aktif yaitu dari Presidium Bintang Laut, Tahta Kebijaksanan Ratu Para Orang Kudus serta tidak ketinggalan anggota legio yunior Bunda Sakramen Maha Kudus. Selain itu hadir pula Bp. Tri Wahyudi selaku penasehat bimbel Randusari beserta para pendamping bimbel.

Dalam homilinya, Rm. Herman mengatakan bahwa dengan diadakannya misa syukur ini, kita sebagai Legioner semakin diingatkan begaimana menjadi prajurit Bunda Maria yang selalu setia, selalu memperhatikan kaum kecil, lemah, miskin dan terlantar, mendoakan orang-orang yang sedang dalam penderitaan, kunjungan kepada orang-orang sakit, dll. Dalam Legio kita juga diharapkan dapat menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, yang selalu melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya tanpa mengeluh. Dengan menjadi prajurit Bunda Maria, kita semakin diajak untuk sampai kepada Yesus.

Seusai misa syukur pukul 12.15 diadakan perjamuan kasih dan ramah tamah. Pada kesempatan ini semua yang hadir tampak antusias, ceria dan bahagia, apalagi ditambah kekhasan Sdr. Ignatius Bondan dalam membawakan acara. Semoga acara ini semakin mengakrabkan anggota baik yang aktif maupun auxilier.

Susunan panitia pada acara misa syukur ini adalah sebagai berikut:
Penanggung jawab : Romo Herman Yoseph S.S, Pr
Koordinator : Maria Plasidia Lestari
Sekretaris : Aloysius Afri Dian Cahyadi
Bendahara : Catherina Firtiyani
Seksi-seksi
• Konsumsi : Rosalia Diah
• Liturgi : Maria Melani
• Dokumentasi : Ignatius Bondan
• Acara : Cicilia Lusiana

Gembira & Bernyanyilah


Itulah tema yang dipakai dalam Lomba Paduan Suara Anak dan Remaja Se-Kevikepan Semarang yang dilaksanakan pada tanggal 21 September di Gereja Katedral. Tema ini ingin mengajak peserta lomba dan penonton untuk bergembira bersama dengan bernyanyi/melantunkan pujian bagi kemuliaan Tuhan.

Lomba dibagi dalam dua kategori yaitu anak dan remaja. Kategori Anak diikuti oleh 8 peserta yaitu: George Choir dari Paroki Materdei, Titi Nada C dari Paroki Katedral, Bosco Voice dari Paroki Karangpanas, St. Yoh. Evangelista dari Paroki Kudus, PIA St. Theresia Bongsari dari Paroki Bongsari, Kuncup Ignatius dari Stasi Krapyak Paroki Bongsari, PIA Sampangan dari wilayah Sampangan Paroki Katedral dan PSMF Junior dari Paroki Banyumanik. Untuk Kategori Remaja diikuti oleh 6 peserta yaitu: St. Yoh. Evangelista dari Paroki Kudus, Kuncup Ignatius dari Stasi Krapyak Paroki Bongsari, PIR St. Theresia Bongsari dari Paroki Bongsari, Vox Liberorum dari Paroki Purwodadi, Gracioso dari Paroki Katedral dan PSMF Junior dari Paroki Banyumanik.

Tepat pukul 11.10 lomba dimulai. Diawali dari peserta Kategori Anak dan kemudian peserta Kategori Remaja. Masing-masing peserta tampak bernyanyi dengan sungguh-sungguh. Menampilkan segala kemampuan olah vokal dan olah gerak untuk memberikan yang terbaik bagi para penonton dan dewan juri.

Pukul 14.30 tibalah saat yang ditunggu-tunggu oleh para peserta yaitu pengumuman pemenang lomba. Sebelum mengumumkan pemenang untuk masing-masing kategori, Dewan Juri yang terdiri dari Bp. Agastya Rama Listya, Bp. Wahyu Purnomo, dan Ibu Dra. Margarisje Lucij Elisabeth Makikui, M.Hum, berkenan memberikan kritik dan saran untuk seluruh peserta. Dan yang menjadi pemenang untuk lomba kali ini adalah: Kategori Anak; Bosco Voice sebagai Juara I, Kuncup Ignatius sebagai Juara II, PSMF Junior Juara III dan George Choir sebagai Juara Harapan. Untuk Kategori Remaja: Juara I Kuncup Ignatius, Juara II PIR St. Theresia Bongsari, Juara III St. Yoh. Evangelista, dan Juara Harapan PSMF Junior.

Proficiat kepada para pemenang. Proficiat kepada seluruh panitia. Semoga lomba ini dapat dilaksanakan lagi di tahun mendatang dengan jumlah peserta dan penonton yang lebih banyak. Marilah kita terus bergembira dan melambungkan pujian bagi kemuliaan Tuhan. Amin.

TRIDUUM HARI I KRISMA PAROKI RANDUSARI TAHUN 2008

PENGANTAR
Krisma kita kenal dengan Sakramen penguatan dan pencurahan Roh Kudus dari Allah “Maka penuhlah mereka dengan Roh kudus” (Kis. 2:4a), dimana orang yang menerima Sakramen Krisma dianggap Gereja sudah dewasa dalam iman dan ditugaskan menjadi saksi Gereja oleh kekuatan Roh Kudus dan mampu beriman sejati dengan “menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja” (Yak. 1:2). Triduum merupakan tiga hari berturut-turut, dalam Gereja dijadikan masa persiapan untuk menyambut hal penting di dalamnya. Hal ini yang dirasa oleh Gereja kita akan pentingnya bagaimana mengemas Triduum Krisma agar mampu menyiapkan Kris-mawan yang mampu mewujudkan kerajaan Allah dengan jalan bersahabat dengan Allah, meninggikan martabat manusia dan juga melestarikan ciptaan.

PERSIAPAN TRIDUUM
Dengan melihat data calon krismawan yang sebagian besar kaum muda, Gereja memberi tempat dan menaruh harapan yang berarti pada kaum muda untuk bisa terlibat. Gereja mempunyai kewajiban untuk mendampingi dan mendidik orang muda supaya mampu mengarungi masanya dengan baik.

Gereja mengundang kaum muda-nya untuk merangkul calon krismawan dalam mempersiapkan mereka untuk menerimakan sakramen Krisma. Semangat untuk bisa memberikan yang terbaik bagi Gereja dan ingin memulai tahun kaum muda dengan gebrakan yang berbeda.

Tidak hanya calon krismawan yang merasa mendapatkan pencurahan Roh saja, kaum muda pun merasa beriman lebih walaupun tidak se-spektakuler para rasul (Kis 2:4b) tetapi cukup menggerakan kaum muda untuk mendesain kegiatan Triduum Krisma yang berbeda dan berbau anak muda yang bisa memberikan kesan kepada calon krismawan dan membantu krismawan dalam merasakan “Res tantum” baik dari “ex Opere Operato” Karya Allah maupun “ Ex Opere Operantis ” dari niat mereka dan peranan Gereja.

Besarnya suatu acara dan keawaman kaum muda, serta waktu yang cukup singkat bukan menjadi suatu halangan buat kaum muda untuk bergerak malahan menjadi sebuah tantangan mereka untuk melangkah. Maka disusunlah pembagian kerja untuk mempermudah acara nantinya sebagai berikut :
Penanggung jawab : Herman Yoseph Singgih Sutoro, Pr. (romo moderator)
MC : Aries (Untuk PIR), Untung (Kaum Muda)
Fasilitator PIR : 1. Mona 7. Nana
2. Dela 8. Angga
3. Susi 9. Ardine
4. Indri 10. Tika
5. Sari 11. Retno
6. Monica 12. Hasta
Fasilitator Mudika : 1. Adit 5. Maurin
2. Sigit 6. Sapta
3. Dani
4. Hindro
Perlengkapan : Sapta
Pengisi sesi : Pak Mulyono dan Mas Yusuf
Dan tanpa mengesampingkan dukungan dari beberapa katekis dan pa-guyuban-paguyuban yang berada di Gereja kita serta Romo Herman sebagai mod-erator acara triduum hari pertama. Baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah kita tempuh (Flp. 3:16) dan semoga Allah yang memulai pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya (bdk. Flp. 1: 6).

PELAKSANAAN TRIDUUM KRISMA HARI I
Triduum hari I dilaksanakan pada tanggal 24 September 2008 dimulai pada pukul 17.00, dibuka oleh Pak Mulyono sebagai wakil katekis, krismawan dibagi 3 kelompok besar: 1. Krismawan yang telah menikah.
2. Krismawan yang jenjang pendidikan SMA, kuliah dan belum berkeluarga.
3. Krismawan yang jenjang pendidikan SMP.
Krismawan yang telah menikah didampingi oleh Pak Theo, sedang kelompok krismawan didampingi kaum muda walaupun dipisah tempat akan tetapi format acara serupa. Krismawan yang jenjang pendidikan SMP ditempatkan di Sukosari dan krismawan lain ditempatkan di Pastoran Atas.

Triduum dibuka dengan game-game perkenalan agar krismawan mengenal krismawan lainnya, kemudian pengenalan password acara yaitu “bersahabat dengan Allah, meninggikan martabat manusia, dan juga melestarikan ciptaan-Nya” dalam bentuk lagu. Setelah itu krismawan dibagi menjadi kelompok yang lebih kecil sambil disegarkan akan sakramen krisma yang dibawakan oleh Pak Mulyono dan mas Yusuf, dalam penjelasannya, sakramen krisma merupakan sakramen perutusan agar menjadi “orang katolik 100% dan 100% orang Indonesia” sehingga terlibat aktif baik di masyarakat dan gereja dengan pola penggembalaan yang mencerdaskan umat beriman dengan harapan seperti pasword triduum ini. Kemudian krismawan diajak melihat tampilan dalam bentuk animasi (untuk jenjang pendidikan SMP) dan kondisi Indonesia baru-baru ini (untuk jenjang SMA, kuliah dan belum menikah) sambil diskusi merefleksikan antara tampilan dengan password acara ini, baru krismawan diajak membuat harapan-harapan dari hasil diskusi tadi dan membuat janji dan langkah konkret yang akan dilaksanakan setelah menerima sakramen krisma untuk diri sendiri, dan terakhir ditutup berkat oleh romo moderator pukul 20.30 wib.

Demikian pelaksanaan Triduum Krisma yang telah kita laksanakan semoga mampu menjadikan krismawan merasakan Curahan Roh saat penerimaan Sakramen nanti dan dewasa akan iman serta konsekuen pada janji yang telah dibuat. Kami segenap panitia triduum Krisma mengucapkan Proficiat dan menanti anda pada keterlibatannya di Gereja. Tak lupa kami ucapkan terima kasih pada segenap pihak yang telah membantu pelaksanaan triduum Krisma ini semoga kerja sama kita berlanjut pada kegiatan lain. Semoga Allah yang memulai pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya (bdk. Flp. 1: 6).(b85wl)

Penerimaan Sakramen Krisma


Minggu, 28 September, sebanyak 165 orang menerima Sakramen Krisma di Gereja Katedral. Penerimaan diberikan secara langsung oleh Bapak Uskup Mgr. I. Suharyo

Dalam homilinya, Bapak Uskup pertama-tama mengucapkan selamat kepada para penerima Sakramen Krisma. Lebih lanjut Bapak Uskup menegaskan bahwa seseorang menerima Sakramen Krisma bukan karena usianya sudah sampai atau gilirannya sudah tiba tetapi karena ia mengambil keputusan. Keputusan pribadi, keputusan iman untuk menjadi warga gereja yang penuh, terlibat dan bertanggung jawab. Menjadi pengikut-pengikut Kristus yang semakin hari semakin setia. Menjadi pribadi yang semakin serupa dan bersikap seperti Kristus. Hal yang pertama harus dilakukan adalah dengan lebih mengenal dan tahu lebih banyak siapakah Kristus itu. Kita perlu lebih mengembangkan, memperdalam dan memperluas pengetahuan iman kita. Beriman tidak sama dengan tahu mengenai macam-macam hal. Beriman adalah bagaimana kita semakin hari semakin serupa dengan Kristus dan semakin dapat bersikap seperti Kristus. Untuk dapat bersikap seperti Dia, kita hendaknya rela membagi kehidupan dengan orang lain seperti teladan Kristus yang telah mengorbankan diri untuk menebus dosa-dosa kita.

Proficiat untuk para penerima Sakramen Krisma. Semoga semakin dewasa dalam iman, hidup menggereja dan dalam hidup bermasyarakat. Tuhan memberkati.

Perayaan Ekaristi Syukur 80 th Gereja Katedral dan Pesta Umat


Perayaan Ekaristi Syukur 80 th Gereja Katedral yang dilaksanakan pada hari Minggu, 12 Oktober pk. 08.00 terlihat semarak dan meriah. Perayaan Ekaristi dipimpin secara konselebran oleh Vikjen KAS, Romo Riana Prapdi dan seluruh romo komunitas pastoran yaitu Romo Sukendar, Romo Sugiyana, Romo Herman, Romo Kristiyanto dan Romo Edy.

Perayaan Ekaristi diawali dengan visualisasi sejarah paroki yang dibawakan secara ‘apik’ oleh adik-adik PIA Katedral. Mereka memperagakan perjalanan paroki ini hingga usia yang ke-80. Ada yang berperan sebagai romo, rakyat jelata, pemborong bangunan, arsitek, tentara Jepang, petugas P3K, penari jawa, penari betawi, penari Jepang dan masih banyak lagi. Meski berlangsung hampir satu jam, umat sangat antusias menyaksikan visualisasi ini terbukti dengan tepuk tangan yang sering kali terdengar. Terlebih ketika ada beberapa adegan lucu yang secara tidak sengaja terjadi, misal: ketika konde salah satu penari terjatuh atau tentara Jepang yang jatuh ‘beneran’ dari atas panggung.

Sebelum berkat penutup diadakan acara potong tumpeng oleh Romo Riana Prapdi yang diberikan kepada wakil Dewan Paroki, Bp. GM. Siranto kemudian Romo Sukendar diberikan kepada Ketua Panitia Ulang Tahun Gereja, Sdr. Kokok dan Romo Sugiyana yang diberikan kepada wakil umat, Bp. Djemono.

Mengawali pesta umat diadakan acara pelepasan 80 burung pipit oleh para romo. Hal ini untuk menandakan usia 80 th yang kini telah ditapaki oleh gereja ini. Setelah itu umat segera menyerbu ‘nasi ayam’ yang sudah disediakan. Disamping itu juga telah dipersiapkan beragam acara oleh panitia untuk mengiringi pesta umat yaitu: solo organ, tari Panji Semirang, Poco-Poco dari ibu-ibu wilayah, drama dari Kaum Muda Sampangan dan acara bagi-bagi doorprize.

Selamat ulang tahun Gereja Katedral. Selamat menapaki semangat baru untuk semakin berkembang dari, oleh dan untuk seluruh umat. Proficiat kepada seluruh panitia. Semoga usaha yang telah dan sudah kita laksanakan ini sungguh mendewasakan kita dalam iman dan perbuatan. Amin.

Perkenalan Pribadi FX. Sukendar Wignyosumarta


Orangtua memberi nama kepadaku Sukendar pada tanggal 8 Agustus 1964 hari Sabtu Pahing, ketika aku dilahirkan di kampung Sengkan, Condong Catur, Depok, Yogyakarta. Satu bulan berikutnya, bapak simbok saya (Antonius Kayat Wignyosumarta dan Anastasia Kasinah) mengantar saya ke Gereja Keluarga Kudus Banteng untuk dipermandikan, dengan nama permandian Fransiscus Xaverius. Aku lahir dari sepuluh bersaudara sebagai anak ke sembilan. Sebuah keluarga besar yang dihidupi dari jerih lelah sebagai petani dan pamong desa di Kalurahan Condongcatur, sekaligus bakul tempe yang oleh simbok, tempe itu dijual di pasar pada pagi hari sedangkan sore hari dibawa ke asrama tentara Yonif 403 Kentungan.
Simbok telah meninggal dunia pada tahun 1981 ketika aku baru menempuh pendidikan awal di seminari Mertoyudan. Sedangkan Bapak meninggal dunia pada tahun 1999 ketika aku menjalankan tugas perutusan sebagai guru dan staf seminari Mertoyudan.

Setelah ditahbiskan menjadi imam dari tangan Mgr. Yulius Darmoatmojo SJ pada tanggal 12 Agustus 1992 bersama delapan iman lainnya di kapel Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan, aku pertama kali mendapat tugas pelayanan sebagai pastor pembantu di Paroki St. Maria Assumpta Klaten. Tahun madu selama tiga tahun bagiku menjadi masa pembentukan bagi dasar-dasar pelayanan sebagai iman dengan pendampingan dan teladan dari Pastor Kepalaku waktu itu, Rm. Raymundus Mardi Suwignyo. Bagaimana cara melayani tamu dan memberi perhatian secara pribadi ketika konsultasi, bagaimana menciptakan kehangatan persaudaraan imamat diantara rekan sepastoran juga dengan imam lainnya, serta kesempatan terencana untuk mengadakan Kunjungan Kekeluargaan Dewan Paroki kepada umat di lingkungan-lingkungan, merupakan buah pembelajaran dan jurus dasar yang sangat berguna bagi imamatku kemudian.

Delapan tahun berikutnya (1995 hingga 2003) aku berkesempatan menemani tunas-tunas muda panggilan imamat di Seminari Mertoyudan. Menemani para seminaris untuk belajar hidup di asrama dengan segala tugas pribadi yang harus dikerjakan, mulai dari membersihkan WC/KM, nyapu dan nge-pel lantai, cuci piring dan pakaian serta membiasakan diri untuk belajar dengan tekun setiap hari di kelas, hingga pembiasaan rohani untuk refleksi, bacaan rohani dan misa harian, adalah menu utama santapan hidup selama menjadi pamong di seminari. Pengalaman yang sangat menantang karena harus memberi keteladanan sekaligus membiarkan kreatifitas dan keunggulan pribadi seminaris bisa berkembang tanpa dipasung oleh tata hidup bersama yang ketat. Kehadiran seminaris dari pelbagai latar belakang keluarga dan budaya kehidupan makin memperkaya hidup imamat saya, juga kesempatan kerjasama dengan staf Romo dan Frater serta guru-guru seniorku dulu.

Lima tahun terakhir sebelum aku dipercaya untuk tugas di Katedral Semarang, aku mengemban tugas menemani umat Paroki Sragen, paroki di kota kabupaten yang berbatasan dengan Ngawi – Jawa Timur. Kota kabupaten dengan semangat pelayanan “One Stop Service” serta slogan pemacu semangat warga dengan SRAGEN ASRI. Sebagai pastor Paroki, aku juga berkesempatan menjadi Pengurus Harian DKP (Dewan Karya Pastoral) sehingga banyak hal yang menjadi issue maupun semangat Keuskupan Agung Semarang, dengan cepat bisa aku tularkan kepada pengurus Dewan Paroki dan umat. Wacana-wacana yang dikembangkan oleh Keuskupan bisa ditanggapi lebih dini hingga memberi dinamika yang rancag bagi pengurus Dewan maupun gerak paroki. Sikap tanggap dan akronim Sragen (Sreg sak nggen-nggen) serta kerelaan semakin banyak orang ambil bagian dalam dinamika hidup berparoki, sangat terasa dan memberikan buah-buah pelayanan yang nyata. Pelbagai paguyuban muncul, suasana paroki lebih hidup dengan kerelaan mereka berkumpul dan berjejaring satu sama lain. Kiprah anak-anak, remaja hingga kaum muda serta orangtua sangat terasa, jauh sebelum gerakan berbagi lima roti dua ikan dicanangkan pada tahun 2008 ketika Kongres Ekaristi Keuskupan pertama digelar. Dinamika sedemikian laju itu hanya dimungkinkan oleh keterlibatan sebanyak mungkin orang dan kerelaan untuk mewujudkan iman dalam cerahan visi: Setia menjadi murid-murid Yesus Kristus dalam naungan perlindungan Bunda Maria Fatima.

Sekarang, aku mengemban tugas baru sebagai Pastor Paroki Randusari dan Vikep Kevikepan Semarang. Sebuah paroki besar di pusat kota, dengan label khusus Katedral (tempat Uskup menggembalakan umat dan menjadi tanda pemersatu bagi seluruh keuskupan). Dengan kematangan umat, para pengurus lingkungan-wilayah dan Dewan Paroki (usia paroki 80 tahun) serta banyaknya umat yang memilih merayakan ekaristi di paroki dekat Tugu Muda yang memang strategis (menyimpan ikatan kenangan serbaneka), saya merasakan kekuatan dan peneguhan untuk menjalankan tugas di tempat baru ini. Paroki dengan Noblise Oblige, kedudukan membawa tanggungjawab; semoga terus bergeliat sebagai tanda kehidupan yang dinamis, serta dilibati oleh sebanyak mungkin orang yang memang berkehendak baik.

Sub Tutela Matris, di bawah perlindungan Bunda Maria Ratu Rosario Suci, kita melayani Tuhan, seluruh umat serta ciptaan dengan sikap rendah hati dan kesungguhan. Limpah rahmat Tuhan yang mengalir dan kita rasakan di pusat kota Semarang ini, harus semakin menjadi wujud hadirnya Kerajaan Allah yang menyelamatkan, yang ditandakan oleh Gereja Katedral Randusari ini. Inilah sukacita sekaligus cara bertindak kita sebagai umat beriman Katolik

…supaya menjadi nyata…


Supaya menjadi nyata dan supaya Anda tidak bertanya-tanya, ijinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya: Materius Kristiyanto. Saya terlahir sebagai anak kedua dari pasangan guru SD Kanisius, YW. Purwaharjono dan C. Waginem, kini keduanya telah pensiun, di sebuah desa, kurang lebih 20 kilometer arah Barat Daya Yogyakarta. Tepatnya: Ngaglik, Sukoreno, Sentolo, Kulonprogo. Rumah kami termasuk dalam wilayah Gereja paroki Wates Kulonprogo.

Masa kecil saya habiskan untuk sekolah dan membantu orang tua (mencari makanan atau menggembalakan sapi, bekerja di ladang atau di sawah). Tahun 1984 saya lulus SDK Bonoharjo, tahun 1987 lulus SMPN 1 Wates, tahun 1990 lulus SMAN 1 Wates, kemudian masuk KPA Seminari Menengah Mertoyudan, TOR Jangli, Seminari Tinggi Kentungan dan tahun 1999 diperkenankan menerima tahbisan imam.

Panggilan imam tumbuh dalam keseharian, kesederhanaan dan kenormalan. Tidak ada yang istimewa, semua serba biasa mengalir sebagaimana dikehendaki-Nya. Saya belajar banyak dari Bunda Maria yang melayani Yesus dalam kesehariannya. Bunda Maria bukan orang kota (Yerusalem) tetapi orang desa (Nazareth). Dia tidak melakukan hal-hal yang spektakuler tetapi yang sederhana dan sehari-hari dengan hati dan dengan cinta yang berkobar pada Yesus.

Begitulah, perutusan saya sesudah tahbisan adalah studi lanjut, tahun 2002 lulus Pascasarjana, kemudian tahun 2002-2004 berkarya di paroki Kidul Loji dan tahun 2004 diutus untuk belajar kembali ke Roma. Bapak Uskup memberi tugas untuk memperdalam Spitirualitas di Pontificio Instituto di Spiritualità Teresianum. Bulan Juni 2008 saya menyelesaikan tugas belajar itu dan kembali ke Indonesia.

…supaya menjadi nyata bahwa kekuatan yang berlimpah-limpah itu berasal dari Allah bukan dari diriku, itu motto tahbisan yang selalu memberi kekuatan saat saya menjalankan tugas-tugas perutusan. Dari satu sisi motto itu menyiratkan kerapuhan manusia, namun dari sisi lain menyatakan rahmat dan kebesaran Allah yang tak pernah habis. Dari sana saya selalu disadarkan bahwa pelayanan dan perutusan yang saya jalankan adalah rahmat dan demi rahmat.

Bila hidup diibaratkan sebagai sebuah perjalanan, saat saya berhenti dan menoleh ke belakang, “kekuatan yang berlimpah-limpah yang berasal dari Allah” itu menjadi sangat kentara. 4 tahun di negeri orang, tanpa bisa pulang kampung, bukanlah waktu singkat. Saya kadang heran sendiri, betapa Allah memelihara, melindungi dan menopang saya melalui orang-orang yang tidak pernah saya kenal sebelumnya.

Sekarang saya mendapat tugas perutusan baru untuk melayani umat paroki Katedral Semarang. Harapan saya tetap: supaya menjadi nyata - dalam pelayanan saya dan dalam Gereja Katedral - kekuatan berlimpah-limpah yang berasal dari Allah sehingga kemuliaan dan keselamatan-Nya semakin dirasakan oleh banyak orang.

Santo Gregorius Agung, Paus dan Pujangga Gereja

Gregorius lahir di Roma pada tahun 540. Ibunya Silvia dan dua orang tantenya, Tarsilla dan Aemeliana, dihormati pula oleh Gereja sebagai orang kudus. Ayahnya Geordianus, tergolong kaya raya; memiliki banyak tanah di Sicilia, dan sebuah rumah indah di lembah bukit Ceolian, Roma. Selama masa kanak-kanaknya, Gregorius mengalami suasana pendudukan suku bangsa Goth, Jerman atas kota Roma; mengalami berkurangnya penduduk kota Roma dan kacaunya kehidupan kota. Meskipun demikian, Gregorius menerima suatu pendidikan yang memadai. Ia pandai sekali dalam pelajaran tata bahasa, retorik dan dialetika.

Karena posisinya di antara keluarga-keluarga aristokrat (bangsawan) sangat menonjol, Gregorius dengan mudah terlibat dalam kehidupan umum kemasyarakatan, dan memimpin sejumlah kecil kantor. Pada usia 33 tahun ia menjadi Prefek kota Roma, suatu kedudukan tinggi dan terhormat dalam dunia politik Roma saat itu. Namun Tuhan menghendaki Gregorius berkarya di ladang anggurNya. Gregorius meletakkan jabatan politiknya dan mengumumkan niatnya untuk menjalani kehidupan membiara. Ia menjual sebagian besar kekayaannya dan uang yang diperolehnya dimanfaatkan untuk mendirikan biara-biara. Ada enam biara yang didirikan di Sicilia dan satu di Roma. Di dalam biara-biara itu, ia menjalani kehidupannya sebagai seorang rahib. Namun ia tidak saja hidup di dalam biara untuk berdoa dan bersemadi, ia juga giat di luar; membantu orang-orang miskin dan tertindas, menjadi diakon di Roma, menjadi Duta Besar di istana Konstantinopel. Pada tahun 586 ia dipilih menjadi Abbas di biara Santo Andreas di Roma. Di sana ia berjuang membebaskan para budak belian yang dijual di pasar-pasar kota Roma.

Pada tahun 590, dia diangkat menjadi Paus. Dengan ini dia dapat dengan penuh wibawa melaksanakan cita-citanya membebaskan kaum miskin dan lemah, terutama budak-budak dari Inggris. Ia mengutus Santo Agustinus ke Inggris bersama 40 biarawan lain untuk mewartakan Injil disana. Gregorius adalah paus pertama yang secara resmi mengumumkan dirinya sebagai Kepala Gereja Katolik sedunia. Ia memimpin Gereja selama 14 tahun, dan dikenal sebagai seorang Paus yang masyur, negarawan dan administrator ulung pada awal abad pertengahan serta Bapa Gereja Latin yang terakhir. Karena tulisan-tulisannya yang berbobot, dia digelari sebagai Pujangga Gereja Latin. Meskipun begitu ia tetap rendah hati dan menyebut dirinya sebagai ‘Abdi para abdi Allah’ (servus servorum Dei). Julukan ini tetap dipakai sampai sekarang untuk jabatan Paus di Roma. Setelah memimpin Gereja Kristus selama 14 tahun, Gregorius meninggal dunia pada tahun 604. Pestanya dirayakan juga pada tanggal 12 Maret.

(diambil dari www.ekaristi.org)

Si Pelit

Seorang yang sangat pelit mengubur emasnya secara diam-diam di tempat yang dirahasiakannya di tamannya. Setiap hari dia pergi ke tempat dimana dia mengubur emasnya, menggalinya dan menghitungnya kembali satu-persatu untuk memastikan bahwa tidak ada emasnya yang hilang. Dia sangat sering melakukan hal itu sehingga seorang pencuri yang mengawasinya, dapat menebak apa yang disembunyikan oleh si Pelit itu dan suatu malam, dengan diam-diam pencuri itu menggali harta karun tersebut dan membawanya pergi.

Ketika si Pelit menyadari kehilangan hartanya, dia menjadi sangat sedih dan putus asa. Dia mengerang-erang sambil menarik-narik rambutnya.

Satu orang pengembara kebetulan lewat di tempat itu mendengarnya menangis dan bertanya apa saja yang terjadi.

"Emasku! oh.. emasku!" kata si Pelit, "seseorang telah merampok saya!"

"Emasmu! di dalam lubang itu? Mengapa kamu menyimpannya disana? Mengapa emas tersebut tidak kamu simpan di dalam rumah dimana kamu dapat dengan mudah mengambilnya saat kamu ingin membeli sesuatu?"

"Membeli sesuatu?" teriak si Pelit dengan marah. "Saya tidak akan membeli sesuatu dengan emas itu. Saya bahkan tidak pernah berpikir untuk berbelanja sesuatu dengan emas itu." teriaknya lagi dengan marah.

Pengembara itu kemudian mengambil sebuah batu besar dan melemparkannya ke dalam lubang harta karun yang telah kosong itu.

"Kalau begitu," katanya lagi, "tutup dan kuburkan batu itu, nilainya sama dengan hartamu yang telah hilang!"
Harta yang kita miliki sama nilainya dengan kegunaan harta tersebut.

(diambil dari www.ceritakecil.com)

Doa Pembuka Liturgi

Doa ini disebut juga kolekta/collecta/collectio aslinya berasal dari Gallia yang men-gandung pengertian doa masing-masing umat (yang didoakan secara singkat pada saat hening sesudah ajakan imam: Marilah berdoa), seakan-akan dikumpulkan oleh imam dan ditutup secara umum. Doa Pembuka termasuk Doa Presidensial, artinya doa yang diucapkan oleh Pemimpin Ibadat/Perayaan Ekaristi/Misa. Di dalam doa ini dinyatakan isi perayaan pada saat itu.

Bagian-bagian doa pembuka:
a) Oremus
Ajakan, biasanya berbunyi: Marilah berdoa!
b) Saat hening
Diharapkan pada saat ini umat berdoa dalam hati masing-masing secara singkat
c) Alamat
Biasanya alamat doa pembuka ialah Allah Bapa dengan tambahan sifat-sifat
stereotif, misalnya: yang mahakuasa, yang kekal dan kuasa, yang mahamurah
d) Permohonan
Hampir selalu bersifat umum karena tidak mungkin memperhatikan suatu permo-
honan khusus salah seorang umat saja
e) Penutup/konklusi
Bagian penutup dari doa pembuka mempunyai rumusan yang panjang, yaitu:
1) Bila doa diarahkan kepada Allah Bapa
Demi Yesus Kristus PuteraMu, Tuhan dan pengantara kami
yang bersatu dengan Dikau dan Roh Kudus
hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa.
2) Bila doa diarahkan kepada Allah Bapa, tetapi pada akhir doa disebut juga
Allah Putera
Sebab Dialah Tuhan dan pengantara kami
yang bersatu dengan Bapa dan Roh Kudus
hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa.
3) Bila doa diarahkan kepada Allah Putera
Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami
yang bersatu dengan Bapa dan Roh Kudus
hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa.

Kalau kita perhatikan, rumusan konklusi ini bersifat trinitaris; dan nama Yesus disebut pertama kali. Ini bukan berarti “nama Yesus” itu semacam guna-guna untuk memperoleh apa saja. Kekuatan doa kita akan meningkat bersama dengan meningkatnya persatuan kita dengan Kristus, dan persatuan ini terlaksana melalui kurban.
Doa pembuka diakhiri dengan aklamasi umat: “Amin”. Dalam bahasa Ibrani kata ini berarti: ya, setuju, memang demikian, semoga demikian.

Kang Jesus

Baru juga dicium pipi kanan kiri, tiba-tiba pundakku terasa basah oleh air.

Begitu kubalikkan tubuh sahabatku ini, ketahuan deh ternyata dia sedang menangis. Rasanya sih sudah dari tadi. Tapi, berhubung akan bertemu denganku, dia tahan-tahan.

Wajahnya yang putih, mendadak bersemu merah.

Langsung saja kuusap wajah mulusnya sembari membiarkan dia menenangkan diri dahulu.

”Ada apa?” tanyaku pelan.

Sahabatku nggak langsung jawab. Dia mengambil nafas panjang dahulu. Mata indahnya kemudian menatapku lama seperti ingin memastikan bahwa aku akan mendengarkan segala keluh kesahnya dengan baik.

”Aku! Aku! Aku menyerah dengan situasi keluargaku,” jawabnya sedikit lirih.

Aku menatapnya sebentar. Di otakku sudah mulai menebak-nebak dengan kalimatnya barusan. Akh! Jangan berburuk sangka dulu sebelum mendapat penjelasan langsung darinya. Kutuntun dia duduk.

Kami pun duduk bersebelahan. “Ceritalah. Apa yang sebenarnya terjadi.”

Sekali lagi sahabatku itu menarik nafas.

”Aku ingin, Aku ingin, Aku ingin bercerai dengan suamiku.”

”Hah?!” spontan aku kaget. Bagaimana tidak, bukankah itu sebuah kalimat yang harusnya tidak pernah diucapkan dalam hubungan perkawinan? Dalam Kitab Suci pun sudah diterangkan tentang hal itu. “Yang bener?!”

Kepala sahabatku itu mengangguk lemah. “Bener. Sebenarnya sudah lama hal ini akan aku lakukan. Tapi, baru kali ini aku berani. Selama ini, aku dan suamiku pun sudah pisah rumah.”

Kugeleng-gelengkan kepala.

Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?

Bukankah sahabatku dan suaminya serta sepasang putra putrinya yang sehat adalah keluarga yang harmonis? Mereka adalah pasangan yang beruntung karena bisa mencapai banyak kebahagiaan dan kemapanan di usia muda sementara banyak orang tak semujur mereka.

Aku jadi tak habis pikir.

”Sekian lama pernikahan kami ternyata justru membuat kami sadar bahwa kami sebenarnya belum menjadi manusia seutuhnya. Masih banyak hal-hal yang mestinya bisa kami selesaikan dengan baik. Ada bagian dalam diri kami yang belum mampu membuat kami sadar tentang arti hidup yang sebenarnya. Rupanya kesadaran ini kami lihat dari sudut yang berbeda. Dicoba satukan, kok susah. Malah menimbulkan inisiatif lain yang gak ada hubungannya. Meski ada anak-anak yang yang menjadi second opinion kami jika pertentangan itu kian merentang tak jelas, rasanya pada akhirnya kami harus mengakui bahwa kami memang tidak cocok lagi satu sama lain.”

Kali ini aku yang menarik nafas.
Terasa berat.
Kalimat panjang itu keluar begitu saja dari mulut sahabatku.

”Lalu, apa keputusan kalian?”

Sahabatku memain-mainkan tangannya. “Ya, dalam tahun ini kami akan berpisah secara baik-baik. Kami akan bercerai.”

Oh God.
Kalimat terakhir sebenarnya tidak ingin aku dengar lagi.
”Tapi, Gereja kan nggak memperbolehkan itu terjadi?”
”Kami bercerai secara sipil kok..”
”Tapi, apakah kalian akan tetap menjadi pengikut Kristus?”
”Masih dong. Kami akan tetap rajin ke gereja.”

Kukatupkan mata.

Enak bener ya manusia memberi peraturan sendiri-sendiri sesuai kondisinya, batinku. Padahal kalau semua dinalarkan, bagaimana dengan hati nurani itu sendiri yang kadang tak mampu terjelaskan, tapi diyakini untuk kemudian diimankan?

Dalam otakku sekilas muncul 2 anaknya yang sedang lucu-lucunya itu. Akankah mereka menjadi korban yang tidak tahu apa-apa?

”Selamat siang. Damai sejahtera bagi kalian,” suara lembut terdengar di telinga kami. Spontan kepalaku mendongak. Begitu pula sahabatku.

Laki-laki berjubah panjang putih dengan jenggot rapi masuk ke dalam ruangan. Senyum indahnya itu berkembang seperti kanvas mengulas seruas ruangan beserta isinya. Berasa lebih segar dan menenangkan hati.

Ah, si Akang satu ini tepat sekali datang kemari.

”Selamat siang, Kang. Apa kabar?” jawabku sambil mengulurkan tangan. Senang sekali melihat Dia yang selalu membawa damai itu.

”Baik-baik. Kamu gimana?” Kang Je menganggukkan-anggukkan kepala.

”Baik juga, Kang.” Aku tersenyum senang. Kulirik sebelahku, sahabatku itu seperti cuek saja, tidak bereaksi akan kedatangan Kang Je. Aneh.

”Kenalkan sahabatku, Kang!” aku menunjuk ke sampingku.

”Ya, Aku tahu. Gimana dengan bisnis barumu? Sudah menunjukkan hasil?” Mata Kang Je mengarah pada sahabatku itu.

Sahabatku rada kikuk. Dia menatap Kang Je aneh. “Bisnisku lancar. Yah, biar belum terlalu terlihat hasilnya.”

”Lalu, bagaimana dengan karir suamimu? Sudah menjadi pejabat penting nampaknya?”

”Yah, begitulah,” sahabatku mengangkat tangan. Malas-malas menjawab.

”Tadi aku bertemu dengan dua orang anak yang lucu-lucu. Mereka sekolah diantar oleh supirnya. Ketika kutanya kenapa bukan Papa Mamanya yang mengantar? Mereka menjawab Papa Mamanya sudah tidak serumah lagi dan sibuk.”

Aku dan sahabatku saling berpandangan.

”Sebelum masuk ke kelasnya, mereka berdua sempat ke Kapel kecil yang ada di dalam kompleks sekolahannya. Aku sempat pula mendengar doa khusuk mereka di depan patung Bunda Maria. Mereka berdoa agar BundaKu itu mau mengajak Papa Mamanya kembali bersama sehingga bisa kembali bergantian mengantar jemput mereka sekolah. Aku terharu mendengarnya.”

Ada yang mendesir di dada begitu mendengar cerita Kang Je barusan.Aku bisa merasakan kesedihan dan keinginan kuat dari kedua anak kecil itu. Mereka pasti polos dan tulus mendoakannya.

Kulirik ke sampingku. Sahabatku itu membuang muka. Dia menatap ke luar. Sepertinya tidak ingin mendengar cerita Kang Je barusan.

”Dua anak kecil lugu itu sebenarnya tidak bersalah apa-apa. Mereka cuma korban dari apa yang terjadi pada Mama Papanya. Padahal kalau mereka tahu, ketika Mama Papanya dulu sepakat bersatu, keduanya pernah berjanji di hadapanKu untuk tidak diceraikan oleh alasan manusia. (Mrk 10:9). Kalimat itu sangat lancar diucapkan oleh Mama Papanya saat itu. Aku ingat betul itu.”

”Tapi, dalam perjalanannya kan ternyata ada banyak hal yang di luar dugaan selama ini. Biar bagaimana pun mereka adalah dua manusia yang berbeda, yang masih bisa berkembang lahir batin, yang punya banyak keinginan dan kehendak bebas untuk menyempurnakan hidupnya,” bantah temanku tiba-tiba. Nampaknya ada sesuatu yang mengena di hatinya sehingga ia seperti sedikit garang begitu.

Aku diam saja.

”Betul. Aku sangat memahami hal itu. Tapi, bukankah kalian dipertemukan justru untuk saling melengkapi? Kalian dipertemukan dan diberi tambahan anggota agar bisa saling mendukung proses hidup selanjutnya? Mengapa egomu tak mampu melihat hal-hal baik yang sudah Kutunjukkan selama ini? Ataukan rasa syukur sudah semakin jauh dari mulutmu sehingga kamu tidak takut padaKu lagi?”
(Ef 5:20-21)

Aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Satu pihak apa yang dikatakan Kang Je barusan jelas benar, di lain pihak aku mencoba mengerti pula kondisi sahabatku yang sedang bersedih sekarang.

Tapi, apa pun yang terjadi sekarang pasti Kang Je ingin mengutarakan sesuatu buatku. Sesuatu tentang rahasia hidup yang mungkin saja belum pernah aku rasai, namun bisa menjadi masukan berarti buatku kelak. Semoga yang buruk tak terjadi padaku nanti.

Pelan Kang Je mendekati sahabatku yang masih memandang ke luar. Acuh tak acuh.

Ditepuknya tak keras pundak sahabatku itu. Meski tak ada tanggapan atau reaksi, Kang Je tetap memberi senyum panjangnya.

Kalau aku yang diperlakukan seperti itu, pasti aku akan senang sekali.

Itu hal yang paling membahagiakan, boleh diberi senyuman oleh orang sekaligus Allah.

”Dunia boleh berubah, anakKu. Tapi, setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana..” (Mat 7:24)

”Pulanglah, kembalilah pada keluargamu. Lihatlah cinta kasih yang banyak dilimpahkan oleh suami dan anak-anakmu. Jadikan itu penguat diri dan hidupmu sepanjang waktu.”

Tiga kali Kang Je menepuk bahu sahabatku itu. Seperti hendak menguatkan.

”Dan, engkau anakKu, ingatlah bahwa manusia mempunyai salibnya sendiri-sendiri. Janganlah takut karena engkau pasti dapat melaluinya asal itu bersamaKu.”
Kang Je melempar kalimat ini dengan pandangannya padaku. Maka, segera kuanggukkan kepala.

”Terima kasih, Kang. Akan kuingat itu."

Tak lama, langkah kaki Kang Je menuju keluar.

Sebelum benar menjauh, seperti biasa berkatnya terlimpah bagi kami dan ruangan tempat kami berdiskusi ini.

Mendadak sahabatku itu mendekati dudukku. Ia sedikit berbisik ke telingaku.

”Itu tadi siapa? Kok kayaknya sangat mengerti aku dan keluargaku?”

Aku memandangnya tak percaya. “Kamu nggak tau siapa Dia?”

Kepala sobatku itu menggeleng keras.

”Oalah, kamu nggak kenal Kang Je?”

”Kang Je sapa?” sobatku itu makin nggak mengerti.

”Lha, kepada siapa selama ini kamu mengadu? Kepada siapa selama ini kamu meminta? Kepada siapa juga dua anak tadi berharap orang tuanya kembali baik seperti semula?”

Sobatku memandangku tajam. Mulutnya sedikit terbuka seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi ragu-ragu.

”Dia yang selalu ada bahkan dalam kondisi kamu merasa tidak mempunyai siapa-siapa lagi yang mengerti dirimu.”

”Diâ, Dia, Kang-kang…”

Kepalaku mengangguk-angguk. “Dia Kang Je. Dia yang mengadakan banyak hal termasuk mengadakan kehadiran suamimu dan anak-anakmu.”

”Oooohhh…” sahabatku terlemas dalam duduknya. Rasanya dia menyesal sekali. “Bagaimana mungkin aku tak mengenalNya?”

”Karena sekarang kamu hanya bergelut dengan pikiran dan dirimu sendiri. Nggak membiarkan Dia masuk, memberi bantuan pemecahan atas masalahmu.”

Kelopak mata sobatku itu mengatup. Raut mukanya berubah sekali.

Dia benar-benar menyesal.

Dari kejauhan, samar-samar kulihat Kang Je masih berdiri memandang kami di sini.

Dari kejauhan itu dia memicingkan sebelah mata sambil mengacungkan jempolnya.

Ah.

Dia memang tidak akan pernah jauh dari anak-anakNya
(terima kasih untuk tidak jauh dariku, Kang Jesus.....)

(penulis: anjar, diambil dari www.ekaristi.org)

Pesan Ayah Kepada Kedua Anaknya

Dunia mempersiapkan seseorang untuk menjadi manusia dewasa yang beradab dan bermartabat. Ngudi ngelmu menjadi hal yang mutlak dilaksanakan oleh mereka yang mau menjadi manusia berguna.

Ada delapan petunjuk untuk menjadi manusia berguna:

Nastiti artinya sikap untuk memberi perhatian dengan sungguh-sungguh, penuh kehati-hatian. Sebagai seorang siswa sekolah harus menimba ilmu dengan penuh konsentrasi dalam menerima pengetahuan dan ajaran dari seorang guru.

Nastapa artinya sikap yang dijalani oleh seseorang yang melakukan laku bertapa. Orang bertapa digambarkan orang yang sedang melakukan maladi hening nutupi babahan hawa sanga. Orang yang sedang mencari ilmu harus tahan menderita dengan keterbatasan fasilitas yang ada.

Kulina artinya membuat kebiasaan yang baik yang dituntunkan oleh guru diterapkan dalam kehidupan nyata. Misalnya bangun tidur pagi-pagi terus belajar sehingga tidak menyia-nyiakan waktu. Mendalami sebuah pengetahuan secara mendalam dan komprehensif.

Santosa artinya orang yang mencari ilmu harus kuat niat, kuat tekad dan kuat ragat. Kuat niat dan kuat tekad harus didahulukan sedangkan kuat ragat mengikuti.

Diwasa artinya menunjukkan kematangan fisik dan psikis.

Pencapaian tingkat kedewasaan lebih banyak ditentukan oleh kesungguhan mengubah diri (pangudi) dan belajar dari lingkungan.

Engetan artinya mudah mengingat, menjadi syarat mutlak untuk bisa menguasai ilmu. Untuk itu kita perlu senantiasa mengasah pikiran dengan membaca, berdiskusi, ngulir budi, merenung, menulis dan publikasi.

Santika artinya niat untuk mencari kedamaian dan menanamkan sikap perdamaian di dalam hati.

Lana artinya abadi. Abadi disini menggambarkan niat dan semangat untuk terus-menerus mencari ilmu sepanjang waktu.

Demikian perenungan saya untuk buah hatiku Anastasia Larasati Hapsoro dan Bonaventura Caesario Hapsoro.

(dr. Ignatius Hapsoro W, M.Si. Penulis adalah ayah dari kedua anak itu yang saat ini menjadi mahasiswa PROGRAM DOKTOR ILMU KEDOKTERAN UNDIP 2008)