Pada jaman dahulu, kambing berteman dengan serigala. Mereka hidup dalam damai dan saling tolong satu sama lain.
Suatu malam, kambing tengah terjaga. Sudah bolak-balik ia berusaha memejamkam mata tetapi tetap saja tidak bisa tidur. Dalam kepalanya terus saja terpikir sesuatu. Sesuatu yang membuatnya menjadi uring-uringan beberapa hari ini. “Aku harus bisa seperti serigala!” jerit hatinya. “Alangkah senangnya menangkap mangsa. Alangkah enaknya makan daging. Aku sudah bosan dengan makananku sehari-hari. Hanya rumput, rumput dan rumput melulu. Pokoknya, aku harus bisa seperti serigala!” tekad kambing, pasti.
Keesokan harinya, saat matahari masih malu-malu memberikan sinarnya, kambing bergegas ke rumah serigala. Di sana, dilihatnya serigala masih asyik bermalas-malasan di atas tempat tidur.
“Serigala, ayo cepat bangun! Aku ingin berburu denganmu,” teriak kambing.
Serigala terkejut. Sesaat ia melihat ke arah asal suara itu. Dilihatnya kambing sudah berada di depan pintu rumahnya. Sejenak ia merasa heran lalu katanya, “Eh, apa aku tidak salah dengar? Bukankah engkau tidak bisa berburu?” tanya serigala dengan wajah keheranan.
“Makanya aku pergi ke sini. Aku ingin kamu mengajari aku bagaimana caranya berburu dan menangkap mangsa. Aku ingin merasakan daging buruanku,” jawab kambing penuh semangat.
Serigala semakin terheran-heran. Namun ia tak ingin mengecewakan sahabatnya itu terlebih ia sudah paham watak kambing. Jika sudah memiliki keinginan, pasti tidak bisa dicegah.
Mereka segera menuju ke tempat perburuan di balik bukit. Tempat di mana serigala biasa berburu. Dan memang, tempat itu dipenuhi hewan-hewan lain dari beragam jenis. Ada rusa, kelinci, kuda, harimau, burung dan masih banyak lagi.
Serigala mulai bersiap-siap. Pertama-tama ia mencari tempat persembunyian untuk mengintai hewan buruannya. Setelah menetapkan target, segera ia berlari dan mulai mengejar sang buruan. Tak berapa lama seekor kelinci telah berhasil ditangkapnya.
Kambing semakin iri melihat kepandaian sahabatnya. Dengan tidak sabar, ia minta diajari. Dan setelah merasa cukup mengerti, kambing ingin segera mencoba untuk berburu. Pertama-tama setelah mengintai beberapa saat, ia menetapkan seekor anak rusa gemuk yang tengah asyik makan sebagai sasaran. Dengan mengendap-endap kambing mulai mendekati anak rusa itu. Setelah dirasa cukup dekat, kambing segera berlari.
Anak rusa itupun terkejut melihat kedatangan kambing. Dengan reflek ia segera berlari menyelamatkan diri. Terjadi saling kejar. Kambing yang tidak biasa berlari segera saja ‘ngos-ngosan’ dan tertinggal jauh. Akhirnya anak rusa itu menghilang dari pandangan.
Kambing tidak putus asa. Segera ia menetapkan target buruan yang lain. Namun hal yang sama terus saja terulang. Ia gagal mendapatkan hewan buruannya hingga hari beranjak sore.
“Sudahlah kambing, ini memang bukan pekerjaanmu. Ayo kita segera pulang,” ajak serigala.
Kambing yang begitu kelelahan dengan kaki-kaki yang gemetaran karena rasa capai yang tidak terkira hanya bisa menggangguk. Dengan langkah tertatih-tatih ia mengikuti serigala dari belakang.
Sesampai di rumah, serigala segera menghidangkan hasil buruannya di atas meja. Kambing sangat bersukacita atas kemurahan sahabatnya. “Tidak apa hari ini aku gagal, toh aku masih bisa makan daging buruan serigala, “ begitu pikirnya. Segera ia mengambil sepotong daging itu, mengigitmya sebentar dan kemudian menelannya. Aneh rasanya. Tiba-tiba perutnya terasa mual. Tapi kambing tidak mempedulikannya. Ia mengambil potongan-potongan daging yang lain. Mengunyahnya dengan tidak sabar. Terus dan terus. Tiba-tiba: “Aduh, sakit sekali…” teriak kambing sambil memegangi lehernya.
Serigala yang sedang asyik makan terkejut melihat sahabatnya. “Ada apa kambing…” Tergopoh-gopoh serigala mendekati kambing.
“A.. a.. ada tulang nyangkut di tenggorokanku. Tol..tolong aku serigala… Aku tidak bisa bernapas!” Kambing merem melek menahan rasa sakit yang luar biasa. Sementara serigala semakin kebingungan tidak tahu harus berbuat apa.
Akhirnya kambing tidak sempat tertolong. Ia menemui ajal akibat kebodohannya sendiri.
Jumat, Desember 19, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar