Jumat, Desember 19, 2008

Edisi 37, Desember 2008 - Januari 2009

Kaum Muda: Tahun Ini Mau Berbuat Apa?


Keuskupan Agung Semarang menetapkan tahun 2009 sebagai Tahun Kaum Muda. Seharusnya pertanyaan di atas ditujukan langsung pada kaum muda bukan pada saya. Kenapa? Pertama, saya tidak mewakili apa yang sedang dipikirkan dan direncanakan oleh kaum muda. Kedua, mereka sendirilah para aktor dan para pelaku kegiatan Tahun Kaum Muda itu.

Karena redaksi BerKat menyodorkan pertanyaan itu pada saya, mau tidak mau saya mencoba berpikir dan berusaha menjawabnya. Ini bukan arahan pastoral bagi kaum muda apalagi sebuah program kerja. Tak lebih dari lamunan dan impian saya pada kaum muda agar mau berbuat sesuatu.

Saya membayangkan dan melamunkan kaum muda sebagai generasi: idealis, kreatif, kritis dan nyleneh (berani tampil beda).

Kaum muda itu idealis, berani menggantungkan cita dan harapan setinggi bintang. Sikap idealis ini sering kita pandang secara negatif tidak realistis, di awang-awang atau sebagai sebuah mimpi. Namun tidak jarang justru idealisme atau mimpi kaum muda ini menjadi sebuah kenyataan. Masih segar dalam ingatan kita butir-butir Sumpah Pemuda . Sumpah itu adalah idealisme dari kaum muda 1928 yang kemudian menjadi cikal bakal dari Negara Kesatuan Indonesia. Kaum muda adalah generasi yang kaya akan ide-ide cemerlang yang memang sering berbau outopis.

Kaum muda itu kreatif, selalu melihat alternatif baru. Ketika menghadapi persoalan, kaum muda selalu saja mencari alternatif pemecahannya. Kaum muda itu dinamis tidak suka status quo yang menghambat kreativitas. Dunia kaum muda adalah dunia yang selalu bergerak dan berputar menemukan bentuk dan jati dirinya. Untuk menegaskan jati diri mereka, tidak sedikit kaum muda yang secara kreatif membentuk organisasi politik, organisasi kemasyarakatan dan organisasi sosial.

Kaum muda itu kritis, tidak bisa tinggal diam, selalu gatal untuk memberi apresiasi. Bila ada sebuah kebijakan yang tidak adil, kaum muda selalu tampil, bersuara dan mengkritisinya. Terhadap kebijakan pemerintah yang tidak adil, misalnya, mereka punya banyak cara mengkritisi kebijakan tidak adil itu, bisa kritik secara langsung yaitu dengan menyampaikan aspirasi dan pendapat mereka atau kritik yang dikemas dalam happening art. Memang tidak jarang kaum muda menggunakan pengerahan massa yang berpeluang diprovokasi oleh orang-orang tidak bertanggungjawab.

Kaum muda itu nyleneh, berani dan percaya diri saat tampil beda. Nyleneh itu bisa berkonotasi negatif jika dimengerti sebagai asal beda. Namun bisa juga berarti positif kalau dimengerti sebagai keberaniaan dan kepercayaan diri tampil beda bukan asal beda. Hasrat kaum muda adalah ingin tampil beda atau nyleneh sesuai dengan jati dirinya. Bisa dimengerti karena pada usia itu mereka sedang menentukan jati diri, akunya aku itu rambut gimbal, sedangkan akunya dia itu rambut perak. Tidak hanya penampilan fisik, barang kepunyaan, kamar, sepeda motor dst, cara mengungkapkan pendapat dan cara pembawaan diripun kadang nyleneh juga.

Begitulah, lamunan saya tentang kaum muda.

Beberapa waktu lalu Bapa Suci hadir dalam World Youth Day (Hari Kaum Muda) sedunia di Australia dan menyampaikan pesan penting bagi Orang Muda Katolik seluruh dunia. Beliau menggarisbawahi pentingnya menjadi saksi-saksi Kristus: “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu” (Kis 1:8)”.
Bayangan dan lamunan saya tentang Orang Muda Katolik pun diperkaya satu unsur lagi, yaitu menjadi saksi Kristus. Maka bisa ditambahkan klausul: Kaum Muda Katolik itu saksi Kristus! Benarkah demikian? Jika belum terjadi, apa yang harus dibuat agar menjadi saksi Kristus? Di medan dunia macam apa kaum muda harus menampilkan kesaksian? Bagaimana kesaksian itu sendiri?

Agar menjadi saksi Kristus, kaum muda harus menerima kuasa Roh Kudus. Bapa Suci menggarisbawahi pentingnya mengolah kehidupan rohani supaya kaum muda menjadi terbuka pada karya Roh Kudus. Bapa Suci menegaskan bahwa berkat karya dan kuasa Roh Kudus, para murid diubah menjadi saksi-saksi Kristus yang ulung. “Para nelayan yang lemah ini telah menjadi duta Injil yang bersemangat. Bahkan para musuh mereka tidak bisa memahami bagaimana “orang-orang yang tak berpendidikan dan biasa saja” (bdk Kis 4:13) mampu menunjukkan semangat seperti itu, serta kuat menahan kesukaran, penderitaan dan penganiayaan dengan gembira. Tak ada yang bisa menghentikan mereka. Terhadap mereka yang mencoba membungkam mereka, para rasul itu menjawab: “Tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan dengar” (Kis 4:20)”.

Bagaimana Roh Kudus yang sama bisa kita (kaum muda) terima? Melalui sakramen-sakramen inisiasi Gereja mencurahkan rahmat Roh Kudus dan melantik orang kristen menjadi saksi-saksi Kristus. Dalam Ekaristi, kehidupan kristen dipupuk dan kembangkan menjadi dewasa. Maka, bila Orang Muda Katolik ingin menjadi saksi Kristus, pertama-tama mereka harus memperdalam kehidupan rohani dengan menghayati sakramen-sakramen Gereja.

Dengan demikian ciri dan kekhasan mereka sebagai kaum muda: idealis, kreatif, kritis dan nyleneh dijiwai oleh Roh Kudus dan diabdikan demi kemuliaan Allah. Tanpa kedalaman hidup rohani, tanpa Roh Kudus tinggal dalam hati mereka, idealisme bisa jadi mimpi-mimpi kosong, kreativitas bisa jadi asal beda, kekritisan bisa berubah jadi serangan untuk menjatuhkan dan nyleneh berkembang aneh-aneh tanpa orientasi.

Itulah tantangan kaum muda kita kalau saya ditanya tahun ini mau buat apa? Buatlah ruang bagi Roh Kudus berkarya dalam hati dan hidup Anda, menjiwai idealisme Anda, menginspirasi kreativitas dan kekritisan Anda dan memberi bentuk pada ke-nylenehan Anda!
(materius kristiyanto, pr)

Kemenangan Itu Milik Kita


Barangkali itulah kata-kata yang pas diungkapkan untuk Cathedral Semarang Children Choir, Paduan Suara Anak dan Remaja Paroki Katedral. Meski baru dibentuk sekitar 1,5 bulan yang lalu ternyata sudah menorehkan prestasi yang cukup membanggakan yakni menjadi Juara I Lomba Koor Anak dan Remaja Antar Paroki Se-Keuskupan Agung Semarang.

Lomba diadakan pada tanggal 23 November 2008 bertempat di Paroki Kumetiran Yogyakarta dan diikuti oleh 12 kelompok Koor dari Paroki Se-Keuskupan diantaranya dari Paroki Banyumanik Semarang, Paroki Danan Surakarta, Stasi Krapyak Paroki Bongsari Semarang, Paroki Somohitan dan Paroki Kumetiran Yogyakarta.

Setelah saling berlomba dan memberikan penampilan yang terbaik akhirnya Dewan Juri yang terdiri dari Rm. MY. Rio Winarto, Pr (Komisi Liturgi KAS bidang musik), Suster Mel Boga CB, dan Bp. Martin Widodo memutuskan para pemenang sebagai berikut: Juara Harapan II Paroki Banyumanik, Juara Harapan I Paroki Danan Surakarta, Juara III Paroki Somohitan Yogyakarta, Juara II Paroki Kumetiran Yogyakarta dan Juara I Paroki Katedral Semarang.

Proficiat untuk Cathedral Semarang Children Choir. Proficiat untuk pelatih, organis, official dan ibu bapak yang telah memberikan dukungan selama ini. Semoga kemenangan ini membuat kita semakin solid dan menjadi paduan suara yang senantiasa terbuka untuk memberi pelayanan di gereja kita.

Kaum Muda Memilih


Barangkali inilah model pemilihan Koordinator Kaum Muda Paroki Katedral yang baru pertama kali dilaksanakan. Bagaimana tidak? Pada Minggu, 30 November 2008, mulai pukul 07.00 hingga 12.00, kaum muda begitu antusias menyalurkan aspirasinya secara langsung untuk memlih Koordinator Kaum Muda yang baru. Mulai dari pendaftaran, penerimaan kartu suara, melakukan pencoblosan, memasukkan ke dalam kotak suara hingga pemberian tanda dengan mencelupkan jari ke tinta untuk pemilih yang sudah melaksanakan haknya.

Ada 4 kandidat yang diajukan untuk dipilih. Sdri. Hatmi dari wilayah Yohanes, Sdr. Ndaru dari wilayah Lukas, Sdr. Hasto dari wilayah Maria Fatima dan sdri. Dani dari wilayah Markus. Masing-masing kandidat memiliki program-program unggulan yang sebelumnya sudah disosialisasikan ke masing-masing wilayah.

Setelah proses pemberian suara selesai dilaksanakan, pemilihan kemudian dilanjutkan dengan proses penghitungan suara disaksikan oleh para saksi, panitia pemilihan, Romo Herman dan Romo Kendar. Dari 194 kertas suara yang disediakan ada 112 yang sudah dipergunakan. Dan dari hasil proses penghitungan suara didapatkan: 41 orang memilih Sdr. Hasto, 26 orang memilih Sdr. Ndaru, 23 orang memilih Sdri. Hatmi, 19 orang memilih Sdri. Dani dan 3 orang abstain. Dari hasil ini kemudian ditetapkan bahwa Sdr. Hasto yang memiliki program unggulan 'resik-resik gereja' di hari valentine sebagai Koordinator Kaum Muda yang baru.

Proficiat untuk Sdr. Hasto. Semoga kemenangan ini menjadi langkah awal untuk membangun kerjasama yang lebih erat, antar kaum muda, antar paguyuban dan seluruh umat yang berada Paroki Katedral ini. Tuhan memberkati.

Ziarah Lektor

Sabtu, 6 Desember 2008, pukul 22.00. Tim Lektor Katedral berkumpul di halaman depan gereja. Mereka sudah tidak sabar untuk segera berangkat menuju ke Gua Maria Kaliori, yang terletak di daerah Banyumas, Jawa timur. Sebelum berangkat kami berdoa bersama dipimpin oleh Rm. Sugiyono selaku Romo pendamping lektor. Dan setelah itu kami pun segera berangkat diiringi cuaca yang begitu cerah.

Pukul 02.00 dini hari, ketika kegelapan masih menyelimuti, kami tiba di Kaliori. Wajah-wajah bangun tidur menghiasi muka kami. Meski demikian kami tetap bersemangat mengikuti jalan salib. Perhentian demi perhentian kami lakukan dengan hati penuh syukur. Sampai akhirnya kami tiba di Gua Maria. Di sini kami berdoa dengan kusyuk seolah Bunda Maria sendiri yang memeluk kami dalam dekap hangatnya. Sementara di luar, Tuhan memberkati kami dengan mencurahkan hujan.

Tepat pukul 06.00 wib, seusai mandi pagi, kami bersiap-siap berangkat ke Gereja Katedral Kristus Raja Purwokerto untuk mengikuti misa pagi. Dengan mata masih terkantuk-kantuk kami mencoba mengikuti misa secara utuh. Di tempat ini, kami sempat berkenalan dengan beberapa orang dan 2 orang suster untuk saling berbagi kasih dan salam.

Setelah misa berakhir, kami meneruskan perjalanan ke Owabong, tempat plesiran terakhir yang kami kunjungi. Walaupun hujan terus turun namun tak menyurutkan langkah bagi beberapa teman kami untuk berenang. Kami semua tenggelam dalam kegembiraan yang tiada terkira. Setelah lelah berenang, kami makan siang bersama. Dan setelah itu kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Semarang.

Ah...tak terasa selesai sudah acara perjalanan kami, dan kami pun sampai di Semarang sekitar pukul 21.00 wib. Akhir kata, sayonara kawan-kawan, semoga semangat mewartakan injil terus menyala di hati. Tuhan memberkati.
(yofranka)

Studi Banding ke Purwokerto

Malam 13 Desember 2008, cuaca mendung. Bulan sekan-akan malu dan enggan menampakkan cahayanya. Kami pengurus Dewan Paroki Katedral yang terdiri dari Bidang Liturgi beserta seluruh tim kerjanya, PIA-PIR, kaum muda, komsos, koster, petugas sekretariat dan perwakilan pengurus wilayah Sampangan didampingi Rm. Sugiyana, Pr, tengah bersiap-siap melakukan perjalanan ke Purwokerto. Jadwal keberangkatan yang sedianya pk. 21.00 menjadi molor karena ada beberapa dari kami yang belum hadir. Akhirnya pk. 22.00 kami mulai berangkat.

Pk. 02.00 kami tiba di Kaliori. Rintik hujan yang tidak begitu deras menyambut kedatangan kami. Membuat kami enggan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat peristirahatan di Wisma Retret Maria Imakulata karena harus kami tempuh dengan berjalan kaki + 200 m di tengah kegelapan. Namun terdorong oleh rasa kantuk dan hasrat untuk segera memeluk bantal guling di atas kasur yang hangat, membuat beberapa dari kami nekad menerobos hujan.

Tak terasa, baru saja kami memejamkan mata, hari sudah beranjak pagi. Setelah mandi dan sarapan pagi, kami melanjutkan perjalanan ke Gereja Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto. Tempat inilah yang menjadi tujuan kami untuk melaksanakan studi banding.

Setelah mengikuti Perayaan Ekaristi bersama umat Purwokerto, kami disambut hangat oleh Pengurus Dewan Paroki Katedral Purwokerto. Sejenak kami beristirahat sambil menikmati kue srabi dan tempe mendoan dengan laburan sambal kecap beserta teh hangat dan coffe mix. Meski sederhana tapi sungguh terasa nikmat.

Kemudian kami berkumpul bersama untuk saling berkenalan dan bertukar pikiran. Romo. T. Puryatno, Pr selaku romo kepala paroki dan yang mewakili Dewan Paroki Katedral Purwokerto merasa sangat bahagia dengan kunjungan ini. Ia mengumpamakan peristiwa ini sebagai ‘yang besar mengunjungi yang kecil’ yang diharapkan akan membawa peneguhan iman. Lebih lanjut, beliau mengharapkan kita bisa saling belajar bersama dan saling melengkapi.

Rm. Sugiyana, Pr yang mendapat giliran selanjutnya mengutarakan alasan mengapa harus datang ke Paroki Katedral Purwokerto. Selain karena masih sama-sama katedral juga karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. Selanjutnya romo mengajak rombongan dari Katedral Semarang untuk memperkenalkan diri satu demi satu.

Paroki Kristus Raja Purwokerto merupakan salah satu dari 22 paroki yang berada di bawah Keuskupan Purwokerto. Terdiri dari 19 lingkungan dan 11 stasi dengan 5 romo sebagai gembala umat. Jumlah umat + 4000 orang. Saat ini Paroki Katedral Purwokerto memfokuskan diri untuk menggarap SDM yang ada di dalamnya agar lebih bisa memberikan pelayanan kepada umat. Guna mendukung hal ini sudah dibuat pedoman untuk 10 th ke depan itu mau berbuat apa dengan harapan ke depan sudah mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Selain itu juga sudah dibuat beberapa pedoman untuk karya-karya pelayanan di dalam gereja diantaranya; pedoman untuk karyawan, pedoman visi dan misi paroki, pedoman pendampingan ppa (putra-putri altar), pedoman keuangan paroki, pedoman penggunaan PASCALIS HALL (gedung serba guna seperti gedung Sukasari), pedoman pelaksanaan dewan paroki dan panduan praktis pelayanan pastoral. Dengan pedoman-pedoman ini diharapkan siapapun dapat membaca, memahami, melaksanakan dan kemudian mengevaluasinya sehingga semuanya akan selalu mengalami pembaharuan (3 th sekali) dan revisi untuk penyempurnaan.

Setelah berkumpul dalam kelompok besar, kemudian kami membagi diri dalam masing-masing tim kerja. Di sini terjadi pembicaraan-pembicaraan yang begitu hidup. Masing-masing saling bertanya jawab, saling mengisi dan saling melengkapi.

Tiada pertemuan yang tak akan berakhir. Tak ada perjumpaan yang tak bergandeng dengan perpisahan. Demikian juga dengan kami. Setelah makan siang, kata penutup dari Bp. Siranto dan pemberian kenangan-kenangan serta doa penutup dan pemberian berkat, berakhir sudah kunjungan studi banding kami siang itu. Sebagai kenang-kenangan kami berfoto bersama di halaman gereja dengan berlatar sebuah lonceng besar.

Terima kasih atas kehangatan dan sambutan yang sudah kami terima. Terima kasih atas berbagai masukan, saran, ilmu serta penyegaran yang juga boleh kami terima. Semoga semua ini semakin membuat kita tekun dalam pelayanan demi kemuliaan namaNya. Selamat berpisah. Selamat berjumpa di lain kesempatan. Tuhan memberkati.

SANTO THOMAS AQUINO Imam dan Pujangga Gereja

Thomas lahir di Aquino, dekat Monte Cassino, Italia pada tahun 1225. Keluarganya adalah sebuah keluarga bangsawan yang kaya raya. Ayahnya, Pangeran Landulph, berasal dari Aquino, sedang ibunya, Theodora, adalah putri bangsawan dari Teano.

Ketika berusia 5 tahun, Thomas dikirim belajar pada para rahib Benediktin di biara Monte Cassino. Disana Thomas memperlihatkan suatu kepandaian yang luar biasa. Ia rajin belajar dan tekun berefleksi serta tertarik pada segala sesuatu tentang Tuhan. Ketika berusia 14 tahun, Abbas Monte Cassino, yang kagum akan kecerdasan Thomas, mengirim dia belajar di Universitas Napoli.

Di universitas itu, Thomas berkembang pesat dalam pelajaran filsafat, logika, tatabahasa, retorik, musik dan matematika. Ia bahkan jauh lebih pintar dari guru-gurunya pada masa itu. Di Napoli, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan karya-karya Aristoteles yang sangat mempengaruhi pandangan-pandangannya di kemudian hari.

Thomas yang tetap menjauhi semangat duniawi dan korupsi yang merajalela di Napoli, segera memutuskan untuk menjalani kehidupan membiara. Ia tertarik pada corak hidup dan karya pelayanan para biarawan Ordo Dominikan yang tinggal di sebuah biara dekat kampus universitas tempat dia belajar. VERITAS (Kebenaran) yang menjadi motto para biarawan Dominikan sangat menarik hati Thomas.

Keluarganya berusaha menghalang-halangi dia agar tidak menjadi seorang biarawan Dominikan. Mereka lebih suka kalau Thumas menjadi seoarang biarawan Benediktin di biara Monte Cassino. Untuk itu berkat pengaruh keluarganya, dia diberi kedudukan sebagai Abbas di Monte Cassino. Tetapi Thomas dengan gigih menolak hal itu. Agar bisa terhindar dari campurtangan keluarganya, ia pergi ke Paris untuk melanjutkan studi. Tetapi di tengah jalan, ia ditangkap oleh kedua kakaknya dan dipenjarakan di Rocca Secca selama dua tahun. Selama berada di penjara itu, keluarganya memakai berbagai cara untuk melemahkan ketetapan hatinya. Meskipun demikian Thomas tetap teguh pada pendirian dan panggilannya.

Di dalam penjara itu, Thomas menceritakan rahasianya kepada seorang sahabatnya, bahwa dia telah mendapat rahmat istimewa. Ia telah berdoa memohon kemurnian budi dan raga pada Tuhan. Dan Tuhan mengabulkan permohonannya dengan mengutus dua orang malaekat untuk meneguhkan dia dan membantunya agar tidak mengalami cobaan-cobaan yang kotor dan berat.

Selama di dalam penjara, Thomas diizinkan membaca buku-buku rohani dan terus mengenakan jubah Ordo Dominikan. Ia menggunakan waktunya untuk mempelajari Kitab Suci, Metafisika Aristoteles dan buku-buku dari Petrus Lombardia. Ia sendiri membimbing saudarinya dalam merenungkan Kitab Suci hingga akhirnya tertarik juga menjadi seorang biarawati. Akhirnya keluarganya menerima kenyataan bahwa Thomas tidak bisa dipengaruhi. Mereka membebaskan Thomas dan membiarkan dia meneruskan panggilannya sebagai seorang biarawan Dominikan.

Untuk sementara Thomas belajar di Paris. Ia kemudian melanjutkan studinya di Cologna, Jerman di bawah bimbingan Santo Albertus Magnus, seorang imam Dominikan yang terkenal pada masa itu.

Di Cologna, Thomas ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1250. Pada tahun 1252 dia diangkat menjadi seorang professor di Universitas Paris dan tinggal di biara Dominikan Santo Yakobus. Ia mengajar Kitab Suci dan lain-lainnya dibawah bimbingan seorang professor kawakan. Tak seberapa lama Thomas terkenal sebagai seorang Pujangga yang tak ada bandingannya pada masa itu. Ia jauh melebihi Albertus Magnus pembimbingnya di Cologna dalam pemikiran dan kebijaksanaan.

Tulisan-tulisannya menjadi harta Gereja tak ternilai hingga saat ini. Taraf kemurnian hatinya tidak kalah dengan ketajaman akal budinya yang mengagumkan; kerendahan hatinya tak kalah dengan kecerdasan budi dan kebijaksanaannya. Oleh karena itu, Thomas diberi gelar “Doctor Angelicus”, yang berarti “Pujangga Malaekat”.
Pada tahun 1264 ia ditugaskan oleh Sri Paus Urbanus IV (1261-1264) untuk menyusun teks liturgi Misa dan Ofisi pada pesta Sakramen Mahakudus. Lagu-lagu hymne (pujian) antara lain “Sacris Solemnis” dan “Lauda Sion” menunjukkan keahliannya dalam Sastra Latin dan Ilmu Ketuhanan.

Dalam suatu penampakan, Yesus Tersalib mengatakan kepadanya, “Thomas, engkau telah menulis sangat baik tentang DiriKu. Balasan apakah yang kau inginkan daripadaKU?” Thomas menjawab: “Tidak lain hanyalah DiriMu!”

Dalam perjalanannya untuk menghadiri konsili di Lyon, Prancis, Thomas meninggal dunia di Fossa Nuova pada tahun 1274.

KAMBING DAN SERIGALA

Pada jaman dahulu, kambing berteman dengan serigala. Mereka hidup dalam damai dan saling tolong satu sama lain.

Suatu malam, kambing tengah terjaga. Sudah bolak-balik ia berusaha memejamkam mata tetapi tetap saja tidak bisa tidur. Dalam kepalanya terus saja terpikir sesuatu. Sesuatu yang membuatnya menjadi uring-uringan beberapa hari ini. “Aku harus bisa seperti serigala!” jerit hatinya. “Alangkah senangnya menangkap mangsa. Alangkah enaknya makan daging. Aku sudah bosan dengan makananku sehari-hari. Hanya rumput, rumput dan rumput melulu. Pokoknya, aku harus bisa seperti serigala!” tekad kambing, pasti.

Keesokan harinya, saat matahari masih malu-malu memberikan sinarnya, kambing bergegas ke rumah serigala. Di sana, dilihatnya serigala masih asyik bermalas-malasan di atas tempat tidur.

“Serigala, ayo cepat bangun! Aku ingin berburu denganmu,” teriak kambing.

Serigala terkejut. Sesaat ia melihat ke arah asal suara itu. Dilihatnya kambing sudah berada di depan pintu rumahnya. Sejenak ia merasa heran lalu katanya, “Eh, apa aku tidak salah dengar? Bukankah engkau tidak bisa berburu?” tanya serigala dengan wajah keheranan.

“Makanya aku pergi ke sini. Aku ingin kamu mengajari aku bagaimana caranya berburu dan menangkap mangsa. Aku ingin merasakan daging buruanku,” jawab kambing penuh semangat.

Serigala semakin terheran-heran. Namun ia tak ingin mengecewakan sahabatnya itu terlebih ia sudah paham watak kambing. Jika sudah memiliki keinginan, pasti tidak bisa dicegah.

Mereka segera menuju ke tempat perburuan di balik bukit. Tempat di mana serigala biasa berburu. Dan memang, tempat itu dipenuhi hewan-hewan lain dari beragam jenis. Ada rusa, kelinci, kuda, harimau, burung dan masih banyak lagi.

Serigala mulai bersiap-siap. Pertama-tama ia mencari tempat persembunyian untuk mengintai hewan buruannya. Setelah menetapkan target, segera ia berlari dan mulai mengejar sang buruan. Tak berapa lama seekor kelinci telah berhasil ditangkapnya.

Kambing semakin iri melihat kepandaian sahabatnya. Dengan tidak sabar, ia minta diajari. Dan setelah merasa cukup mengerti, kambing ingin segera mencoba untuk berburu. Pertama-tama setelah mengintai beberapa saat, ia menetapkan seekor anak rusa gemuk yang tengah asyik makan sebagai sasaran. Dengan mengendap-endap kambing mulai mendekati anak rusa itu. Setelah dirasa cukup dekat, kambing segera berlari.

Anak rusa itupun terkejut melihat kedatangan kambing. Dengan reflek ia segera berlari menyelamatkan diri. Terjadi saling kejar. Kambing yang tidak biasa berlari segera saja ‘ngos-ngosan’ dan tertinggal jauh. Akhirnya anak rusa itu menghilang dari pandangan.

Kambing tidak putus asa. Segera ia menetapkan target buruan yang lain. Namun hal yang sama terus saja terulang. Ia gagal mendapatkan hewan buruannya hingga hari beranjak sore.

“Sudahlah kambing, ini memang bukan pekerjaanmu. Ayo kita segera pulang,” ajak serigala.

Kambing yang begitu kelelahan dengan kaki-kaki yang gemetaran karena rasa capai yang tidak terkira hanya bisa menggangguk. Dengan langkah tertatih-tatih ia mengikuti serigala dari belakang.

Sesampai di rumah, serigala segera menghidangkan hasil buruannya di atas meja. Kambing sangat bersukacita atas kemurahan sahabatnya. “Tidak apa hari ini aku gagal, toh aku masih bisa makan daging buruan serigala, “ begitu pikirnya. Segera ia mengambil sepotong daging itu, mengigitmya sebentar dan kemudian menelannya. Aneh rasanya. Tiba-tiba perutnya terasa mual. Tapi kambing tidak mempedulikannya. Ia mengambil potongan-potongan daging yang lain. Mengunyahnya dengan tidak sabar. Terus dan terus. Tiba-tiba: “Aduh, sakit sekali…” teriak kambing sambil memegangi lehernya.

Serigala yang sedang asyik makan terkejut melihat sahabatnya. “Ada apa kambing…” Tergopoh-gopoh serigala mendekati kambing.

“A.. a.. ada tulang nyangkut di tenggorokanku. Tol..tolong aku serigala… Aku tidak bisa bernapas!” Kambing merem melek menahan rasa sakit yang luar biasa. Sementara serigala semakin kebingungan tidak tahu harus berbuat apa.

Akhirnya kambing tidak sempat tertolong. Ia menemui ajal akibat kebodohannya sendiri.

Natal Bagi Kita dan Sesama

Masa persiapan Natal disebut sebagai masa Adven (Adventus=kedatangan). Dalam masa ini ada 3 gagasan pokok yang mesti kita renungkan. Kita mengenangkan keda-tangan Kristus untuk pertama kalinya yaitu penjelmaannya dalam wujud bayi mungil di dalam palungan. Mempersiapkan kedatangan-Nya secara sakramental pada hari Natal dan kita menanti-nantikan kedatangan-Nya pada akhir zaman.

Lalu dimanakah hubungan kedatangan Anak Manusia pada akhir zaman dengan masa Adven menyongsong pesta kelahiran Sang Penyelamat? Dalam kisah-kisah kelahiran Yesus ditekankan pentingnya nilai kesederhanaan. Kesederhanaan dari kelahiran-Nya hingga orang-orang yang mengimaninya. Dia yang lahir di Betlehem itu sama dengan Dia yang nanti akan datang kembali dengan segala kemuliaan-Nya pada akhir zaman. Bagaimana tokoh yang sederhana itu bisa sama dengan Dia yang akan datang dengan mulia dan akan memperoleh kuasa atas dunia ini? Di sisi lain dapat dikatakan bahwa kedatangan penyelamat yang kita songsong dalam masa Adven akan membuat kita seperti kota Yerusalem. Bila menolak maka kota itu akan hancur dan bilamana menerimanya, kota itu akan menjadi kota suci yang abadi. Jadi, kedatangan penyelamat yang persiapannya dirayakan dalam masa Adven akan menentukan nasib banyak orang.

Dengan demikian, ajaran kristiani mengenai hari terakhir seperti dalam Kitab Suci bukan ajaran yang menekankan kapan hari itu dalang, melainkan ada pada 2 hal ini yang perlu direnungkan yaitu:
1.Orang Kristiani menantikan kedatangan Yesus Kristus kembali yang akan mengajak orang-orang yang berkehendak baik dan percaya untuk ikut serta dalam kebesaran-Nya (Mak 13:24-32). Hal ini adalah kepastian iman.

2.Mengenai penghakiman terakhir yang ditekankan bukan perihal hukuman atau pahala melainkan ajaran untuk mawas diri apakah orang menghormati kemanusiaan dan punya andil dalam meringankan penderitaan sesama.

Oleh karena itu orang diajak bersiap-siap tidak hanya tinggal diam dan mendahului Tuhan melainkan ikut serta mengusahakan kemanusiaan yang makin cocok dengan martabat yang diimani pencipta, dengan bertanggung jawab kepada sesama dan membawakan wajah Tuhan Yesus Maharahim bukan Tuhan yang menghukum. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan mengadakan aksi Natal yang bermanfaat bagi sesama di sekitar kita.

Dengan demikian sebagai orang yang percaya akan kebangkitan Kristus, orang kris-tiani sudah ambil bagian dalam kenyataan akhir zaman secara batiniah. Akhir zaman itu sudah dialami Kristus dan akan dibagikan kepada kita sampai utuh. Yang penting kini adalah dapat mempertanggungjawabkan apa andil kita dalam membuat kema-nusiaan makin ikut serta bangkit dan mendapat perkenan dari Tuhan.

Masih banyak waktu. Dan waktu menjadi jalan rahmat bagi diri kita dan bagi sesama untuk saling bekerjasama menghadirkan Tuhan walau beda agama maupun status ekonomi sekalipun. Yang terpenting kehadiran kita bisa menjadi berkat, sehingga Tuhanlah yang selalu dipuji dan dimuliakan. Jadi warta kristiani adalah warta gembira bukan warta yang meniupkan rasa takut dan was-was akan hari kiamat.
(ign. sodiman)

Liturgi Sabda

Gereja mendapatkan santapan rohani dari dua meja yaitu dari meja Sabda, Gereja semakin diasah dan dari meja Ekaristi, Gereja semakin disucikan. Dalam Sabda Allah, perjanjian Ilahi diwartakan, tetapi dalam ekaristi perjanjian baru dan kekal dibaharui. Yang satu mengumandangkan sejarah keselamatan dalam bunyi kata-kata; yang satunya menampilkan sejarah keselamatan yang sama dengan lambang-lambang sakramental dalam liturgi.

Perayaan ekaristi, dimana Sabda didengarkan dan Ekaristi dipersembahkan serta disantap, merupakan satu tindak ibadat kudus; dalam ibadat itu sekaligus di-hunjukkan kurban pujian kepada Allah dan dilaksanakan penebusan manusia dengan sepenuhnya.

Dengan demikian perayaan liturgi menggunakan Kitab Suci selain karena antara Sabda dan Ekaristi merupakan satu tindak ibadat kudus juga karena rasa tanggung jawab harus mewartakan Injil dan menuntun para beriman kepada seluruh kebenaran.

Bacaan-bacaan Kitab Suci dan nyanyian-nyanyian tanggapan merupakan ba-gian pokok dari Liturgi Sabda, sedangkan homili, syahadat dan doa umat memperda-lam liturgi sabda dan menutupnya (Ordo Lectionum Missae).

Dalam bacaan (yang diuraikan dalam homili), Tuhan sendirilah yang bersabda kepada umatNya. Di sini Tuhan menyingkap misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan santapan rohani. Dengan perantaraan SabdaNya, Kristus sendiri hadir di tengah-tengah umat beriman.

Sabda Tuhan itu diresapi oleh umat dalam nyanyian dan diimani dalam syaha-dat. Setelah dikuatkan oleh Sabda, umat memanjatkan permohonan-permohonan dalam doa umat untuk kepentingan Gereja dan keselamatan seluruh dunia.

1. BACAAN-BACAAN KITAB SUCI
Bacaan Kitab Suci tidak boleh dihilangkan dan dikurangi, apalagi diganti den-gan bacaan-bacaan lain yang bukan dari Kitab Suci. Begitu juga nyanyian-nyanyian yang diambil dari Kitab Suci. Mengapa? Sebab lewat Sabda Allah yang diwariskan secara tertulis itulah “Allah masih terus berbicara kepada umatNya”. (Sacrosanctum Concilium 33).

Selama satu tahun liturgi dan khususnya selama masa Prapaskah, Paskah dan Adven; bacaan-bacaan dipilih dan diatur dengan tujuan agar para beriman Kristen secara sistematis dapat mengenal iman yang mereka akui serta sejarah keselamatan dengan lebih mendalam.

Bacaan Kitab Suci diatur dalam Tata Bacaan Misa Ritus Romawi. Aturan yang satu ini dimaksudkan agar semua orang beriman, khususnya mereka yang banyak sebab tidak selalu ikut dalam jemaat yang sama dapat mendengarkan di mana-mana, bacaan-bacaan yang sama pada hari dan masa liturgi tertentu dan dapat merenungkannya pada situasi yang konkrit.

Azas-azas penyusunan tata bacaan misa

a.Pemilihan kutipan
Alur bacaan dalam “Masa Biasa” diatur sebagai berikut: Kutipan-kutipan yang dianggap penting ditampilkan pada Hari Minggu dan Hari Raya sedangkan ku-tipan-kutipan pendukungnya ditampilkan pada tata bacaan Harian. Untuk tata bacaan perayaan orang kudus diatur dengan ketentuan khusus.

Tata bacaan Hari Minggu dan Hari Raya dijabarkan dalam tiga tahun, yaitu ta-hun A untuk Injil Mateus, tahun B untuk Injil Markus dan tahun C untuk Injil Lu-kas. Sedangkan Injil Yohanes dipakai untuk menambah Injil Markus pada tahun B yang isinya sedikit dan untuk Hari Raya. Tata bacaan Harian dijabarkan dalam dua tahun yaitu tahun I dan tahun II.

b.Pengaturan Bacaan pada Hari Minggu dan Hari Raya
Ciri-cirinya:
1.Setiap Perayaan Ekaristi mempunyai tiga bacaan: Perjanjian Lama, Perjan-jian Baru dan Injil. Pengaturan ini dimaksudkan supaya tampak adanya ke-terpaduan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan sejarah ke-selamatan, yang berpusat pada Kristus dan kenangan akan misteri PaskahNya.

2.Kutipan yang sama dibacakan sekali dalam tiga tahun.

3.Tema bacaan diatur menurut asas hubungan tematis yaitu bacaan Perjanjian Lama terutama dipilih atas dasar keselarasannya dengan Perjanjian Baru, khususnya Injil. Bentuk hubungan lain dapat dijumpai dalam Masa Adven, Masa Prapaskah, Masa Paskah; yakni masa yang mempunyai bobot dan tema yang khas.

4.Lain halnya hari-hari Minggu Biasa, bacaan Perjanjian Baru (selain Injil) dengan bacaan Injil diatur menurut susunan semi kontinyu sedangkan ba-caan Perjanjian Lama secara tematis berkaitan dengan Injil.

c.Pengaturan bacaan pada hari-hari biasa
Aturannya adalah sebagai berikut:
1.Ada dua bacaan yaitu dari Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru selain Injil (dalam masa Paskah dari Kisah Para Rasul) dan Injil.

2.Untuk Masa Prapaskah, Masa Paskah, Masa Adven dan Masa Natal; berlaku lingkaran satu tahun dengan memperhatikan sifat khas masa tersebut. Bacaan-bacaannya setiap tahun sama.

3.Bacaan pertama berlaku lingkaran dua tahun. Bacaan Injil berlaku lingkaran satu tahun.

d.Kriteria untuk memilih dan mengatur bacaan
1.Pengkhususan buku sesuai masa liturgi
Kisah Para Rasul – selama masa Paskah
Injil Yohanes – selama pekan-pekan terakhir masa Prapaskah dan masa Paskah
Kitab Yesaya bagian pertama – selama masa Adven
Kitab Yesaya bagian lainnya – selama masa Natal
Surat 1Yohanes – selama masa Natal

2.Panjang kutipan
Bila kutipan berbentuk cerita boleh agak panjang, sebaliknya ajaran yang mendalam tidak boleh berkepanjangan. Untuk sejumlah kutipan yang pan-jang disediakan alternatif yang lebih singkat, bisa dipilih sesuai keadaan.

3.Kutipan yang sulit
Atas pertimbangan pastoral dihindarkan bahwa pada Hari Minggu dan Hari Raya diwartakan kutipan yang sungguh sulit karena akan menimbulkan problem kesusasteraan, penilaian dan penafsiran yang berbelit-belit.

4.Penghilangan beberapa ayat
Atas pertimbangan pastoral, penghilangan beberapa ayat diijinkan asal saja terjamin bahwa makna kutipan yang bersangkutan benar-benar tetap utuh.

2.MAZMUR TANGGAPAN
Mazmur tanggapan, yang disebut juga ‘graduale’, mempunyai makna liturgis dan pastoral yang cukup besar, sebab merupakan unsur pokok dalam liturgi sab-da. Maka dari itu para beriman perlu diajar dengan tekun, bagaimana menangkap firman Allah yang berbicara lewat mazmur-mazmur dan bagaimana mengolahnya menjadi doa Gereja.

Biasanya mazmur tanggapan itu dinyanyikan dengan cara responsorial, yang mana pemazmur membawakan ayat-ayat mazmur, sedangkan seluruh umat ber-peranserta melalui ayat ulangan. Bila dilagukan tanpa ayat ulangan, seluruh mazmur dinyanyikan entah hanya oleh pemazmur, entah oleh semua umat (ber-sama-sama), tanpa diselingi ayat ulangan.

Bila mazmur tanggapan tidak dinyanyikan, hendaknya dibawakan dengan cara didaras atau cara lain yang dianggap paling cocok untuk merenungkan firman Allah.

Mazmur tanggapan dinyanyikan atau didaraskan oleh pemazmur atau solis dari mimbar atau tempat lain yang dianggap pantas. (lihat PUBM no. 36).

3.BAIT PENGANTAR INJIL
Pada bagian ini umat beriman menyongsong dan menyalami Tuhan yang akan bersabda kepada mereka dan mengungkapkan imannya dalam suatu lagu. Bait Pengantar Injil ini harus dinyanyikan, bukan hanya oleh solis yang mengangkatnya atau oleh paduan suara, melainkan sehati sesuara oleh seluruh umat sambil berdiri.

Jika sebelum Injil hanya ada satu bacaan maka hendaknya diperhatikan:
a.Di luar Masa Prapaskah dapat dinyanyikan mazmur beserta alleluia dengan baitnya atau kedua-duanya.

b.Dalam Masa Paskah dapat dinyanyikan mazmur saja atau bait pengantar Injil.

SURAT SI ANAK DESA KEPADA YESUS

Jakarta, 1 Januari 2003.

SAHABATKU Yesus,

Kami baru saja selesai merayakan hari Natal-Mu yang ke 2002. Kali ini aku diundang pamanku ke Jakarta. Begitu mewah pesta Natal disini. Sepatu kickers seharga Rp.300.000,- yang kuterima sebagai hadiah Natal dari pamanku, enggan aku memakainya. Dengan harga sepatu ini, sudah cukup untuk makan kami sekeluarga sebulan, di desa.

Di malam tutup tahun aku diajak oleh pamanku yang kaya ini berpesta-pora di sebuah hotel termewah di ibu kota. Tahukah Kau sahabat, bahwa pamanku membayar Rp.400.000,- untuk tiket satu orang, sedangkan kami semuanya berjumlah 15 orang?

Sebagai anak desa yang baru pertama kali melihat keramaian Kota Jakarta, aku benar-benar tertegun, kagum tapi juga bingung. Betapa tidak? Dalam perjalanan kami menuju hotel di malam Tahun Baru itu, aku melihat puluhan anak-anak tanggung seusiaku yang menjual trompet kertas. Mereka basah kuyup ditimpa hujan, menggigil kedinginan berlindung di bawah pohon. Trompet kertas jualan mereka ditutupi dengan lembaran plastik agar tidak basah.

Karena hujan terus turun, nampaknya mereka pasti rugi, karena tidak ada pembeli. Selama pesta di hotel mewah itu, aku masih teringat kepada anak-anak sebayaku penjual trompet kertas. Mereka pasti kelaparan malam ini.

Bukankah mereka juga sahabat-sahabatmu, Yesus?

Teringat kepada mereka itulah, sekembaliku dari hotel, kutulis surat ini. Aku ingin bertanya kepadamu Yesus: Bisakah aku berterima kasih pada Tuhan bila hanya aku cukup pangan, sedangkan kawan sebayaku masih kelaparan?
Dapatkah aku berdoa: terima kasih Tuhan atas santapan mewah yang terhidang?

Bisakah aku memuji Tuhan bila hanya aku bersandang sutera, keluargaku bermobil banyak, berumah mewah, sedangkan sebayaku lainnya terlantar dengan telanjang tidur di kaki lima, di bawah kolong jembatan layang?
Masih dapatkah aku berdoa: terpujilah Tuhan karena segala kebaikan-Mu?

Bisakah aku memuliakan Tuhan bila hanya aku cukup gizi, beraga sehat, sedangkan kawan seusiaku menderita tbc, malaria dan muntaber tanpa kemungkinan mendapat obat?! Bisakah aku bersyukur kepada Tuhan bila hanya aku yang bebas, bertindak semauku tanpa tekanan, tanpa rintangan sedangkan begitu banyak mereka yang tertindas tak punya kesempatan untuk hidup layak?
Lalu haruskah aku berkata: terima kasih Tuhan, karena aku orang terpilih?

Ini bukannya surat cengeng, Yesus! Tapi aku tak habis mengerti: Mengapa orang-orang seperti pamanku itu membuang uang seenaknya, hanya demi kesenangan sekelompok kecil keluarga? Ah, aku kepingin cepat pulang ke desa tercinta. Jawablah surat ini Yesus, dan alamatkan ke desa kecilku di atas bukit. Kutunggu balasanmu,

Dari sahabatmu si anak desa.


Bethlehem, 7 Januari 2003.

SAHABATKU yang baik,
Tahukah Kau sahabatku, sewaktu Kau berada di Jakarta aku juga ada di sana?
Sewaktu Kau membuka bungkusan hadiah Natalmu, aku berdiri jauh di sudut gelap di bawah pohon asem di halaman rumah pamanmu. Kalian menyanyi dan menyebut namaKu, tapi aku sendiri tidak diundang masuk.

Sayang seandainya Kau hadir dalam perayaan Natal untuk para gelandangan di Senayan, pasti kita bertemu; karena aku ikut hadir di sana. Aku tahu kegelisahan yang menggeluti hatimu. Kau memang seorang sahabat yang baik, bahwa masih punya ingatan kepada orang lain yang kebetulan tidak seberuntung Kau.

Nah, dengarkanlah baik-baik pesanku: Kau diberi cukup pangan, bukannya untuk dirimu sendiri sehingga berbunga dalam kepongahan. Kau diberi kecukupan agar dibagikan kepada mereka yang berkekurangan; rezeki yang berkelimpahan, agar diteruskan kepada mereka yang lapar dan telanjang. Lalu mereka mengenal cinta Tuhan. Dan memuliakan Bapa di surga!

Kau memperoleh cukup sandang dan papan bukannya untuk bersantai di kursi bangga! Semua itu kau terima, agar mereka yang tak berdangau beroleh kehangatan lewat upayamu, pintu rumahmu, pelarian mereka yang menderita! Lalu mereka mengenal cinta Tuhan. Dan memuliakan Bapa di surga!

Kau cicipi kesehatan dan kebebasan bukannya untuk berbusung dada di keangkuhanmu; kau sehat, biar mampu menolong yang sakit, dan terlantar papa; Kau bebas, biar mampu berjuang bagi mereka yang tertindas. Lalu mereka mengenal cinta Tuhan. Dan memuliakan Bapa di surga!

Aku memilih kau jadi sahabatku bukannya supaya kau sejahtera sendiri di waktu kini dan kekekalan nanti. Kupilih Kau menjadi kawan sekerja untuk menyebar cinta di tengah dendam untuk membiak damai di tengah benci. Lalu mereka mengenal cinta Tuhan. Dan memuliakan Bapa di surga!

Salam hangat dari sahabatmu, Yesus.


Desa tak bernama, 14 Januari 2003.

YESUS yang baik,
Aku baru sehari kembali di desa, ketika suratmu tiba. Ai, begitu lega hatiku membaca pesanmu di alam terbuka tanpa polusi ini. Aku tidak mengeluh karena di sini tidak ada listrik, tapi aku berterima kasih padamu, atas sinar bintang yang lembut dan cahaya bulan yang begitu mesra.

Aku tidak mengeluh, karena di sini tidak ada orkes symphoni pimpinan Idris Sardi. Tapi aku berterima kasih padamu, karena begitu mesra terdengar konser burung di pepohonan.

Aku tidak mengeluh, karena di sini tidak ada TIM, Dufan, Taman Ria atau Taman Mini Indonesia Indah. Tapi aku berterima kasih padamu, atas bermekarannya anggrek hutan dan tarian bunga-bunga di lembah hijau!

Aku tidak mengeluh, karena di sini belum ada saluran air minum. Tapi aku berterima kasih padamu, atas air terjun dan sungai segar yang tidak pernah kering.

Aku tidak mengeluh karena di sini tidak ada telepon. Tapi aku berterima kasih padamu, karena aku bisa bercanda dengan sahabat-sahabatku.

Aku tidak mengeluh, karena di sini tidak ada hotel mewah. Tapi aku berterima kasih padamu, karena setiap rumah bersedia menampung siapa pun yang datang.

Aku tidak mengeluh, bahwa di sini kami masih miskin. Tapi aku berterima kasih, karena Tuhan menjadikan kami kaya, untuk mencintai setiap insan.

Bersama kau, Yesus, aku ingin mengabdi!
SahabatMu si anak desa.

Tinggalkan Telepon Genggam Di Rumah

Baru-baru ini saya ikut ambil bagian dalam Misa; tiba-tiba terdengar dering telepon genggam yang segera dimatikan. Hal ini terjadi dan terjadi lagi. Dering tersebut mengganggu orang banyak dan membuyarkan konsentrasi saya. Adakah peraturan mengenai penggunaan telepon genggam di gereja? ~ seorang pembaca

Telepon genggam merupakan trend baru. Semakin banyak saja orang yang memiliki telepon genggam dan terlihat mempergunakannya sementara mereka mengendarai mobil, berjalan kaki, menyusuri lorong-lorong supermarket, atau sekedar berdiri di suatu tempat. Lebih payah lagi, seorang imam teman saya di keuskupan lain, yang adalah imam paroki sebuah gereja yang berbentuk bundar, melihat para remaja di satu sisi gereja menelepon teman-teman mereka yang duduk di seberang, di sisi gereja yang lain. Kita mendengar telepon genggam berdering di pertokoan, di restoran, dan yang menyedihkan dalam perayaan Misa - betapa menjengkelkan. Bagi sebagian orang, telepon genggam yang diselipkan di ikat pinggang atau dalam dompet, atau bahkan dikalungkan di leher, memberikan gengsi tersendiri, teristimewa di kalangan para remaja; namun saya selalu bertanya-tanya, “Siapakah yang membayar pulsa mereka?” Walau telepon genggam sungguh memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam banyak hal, terutama dalam keadaan darurat, orang tidak boleh diperbudak oleh telepon genggam. Mengapakah orang harus selalu terus-menerus dapat dikontak? Seperti segala hal lainnya, ada masa dan saat yang tepat bagi segala sesuatu; dering telepon genggam yang mengganggu, sama sekali tidak dapat dibenarkan membuyarkan kekhidmadan perayaan Misa.

Memang tidak ada peraturan khusus mengenai telepon genggam, namun demikian rasa hormat terhadap Misa akan membantu kita memahami bagaimana menanggapi pertanyaan di atas. Konsili Vatikan Kedua, dalam “Konstitusi tentang Liturgi Kudus” mengajarkan, “Sebab melalui Liturgilah dalam Korban Ilahi Ekaristi, `terlaksanalah karya penebusan kita'. Liturgi merupakan upaya yang sangat membantu kaum beriman untuk dengan penghayatan mengungkapkan Misteri Kristus serta hakekat asli Gereja yang sejati” (No. 2).

Jangan pernah lupa bahwa kita berkumpul bersama sebagai Gereja untuk merayakan Misa agar dapat bersama dengan Tuhan kita, dan bahwa Ia sungguh hadir di antara kita (bdk “Konstitusi tentang Liturgi Kudus” No. 7). Kristus hadir dalam Sabda Kitab Suci, “sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja.” Setiap orang wajib mendengarkan Sabda dengan seksama dan mencamkannya dalam hati.

Kristus hadir pula dalam imamat kudus yang Ia percayakan kepada para rasul-Nya, yang senantiasa diteruskan hingga hari ini melalui Sakramen Imamat kepada para imam-Nya. Seorang imam bertindak atas nama pribadi Kristus, jadi apabila imam melayani sakramen, Kristus Sendiri yang sesungguhnya melayani sakramen.

Kristus hadir dalam Ekaristi Kudus. Kurban berdarah Kalvari dihadirkan dalam kurban tak berdarah Misa Kudus. Roti dan anggur yang dipersembahkan sungguh diubah, di“transsubstansiasi” menjadi Tubuh dan Darah-Nya, Jiwa dan Ke-Allahan-Nya. Kristus hadir secara istimewa bagi kita dalam Ekaristi Kudus; Ia mengundang setiap orang yang menerima Komuni Kudus untuk masuk ke dalam persatuan kudus dengan-Nya.

Kristus hadir dalam diri setiap orang beriman. Namun demikian, kehadiran-Nya ini paling sulit disadari. Kita harus memiliki kehendak untuk memilih Kristus di atas segalanya, dan mengasihi Kristus di atas segalanya. Setiap orang wajib berjuang untuk ikut ambil bagian sepenuhnya dalam perayaan Misa; menjadikan Misa sebagai suatu sembah sujud sejati kepada Allah. Dengan segala beban dan tanggung jawab yang harus dihadapinya tiap-tiap hari, umat beriman wajib memberikan satu jam saja selama seminggu dan mempersembahkan sepenuhnya bagi Allah, demi keselamatan jiwanya sendiri. Benar bahwa setiap orang harus bergulat melawan distraksi-distraksi yang mengganggu konsentrasinya dalam Misa, namun demikian setiap orang wajib melakukan yang terbaik guna melenyapkan sebanyak mungkin distraksi yang mungkin, dan memusatkan perhatian pada Misa Kudus.

Sebab itu, matikanlah telepon genggam. Dalam abad di mana komunikasi dapat dilakukan tanpa kabel, setiap umat beriman hendaknya mempergunakan bentuknya yang pertama, yaitu doa yang khusuk. Bukannya diinterupsi oleh dering telepon genggam, malahan setiap orang perlu menginterupsi hidupnya sehari-hari bagi Tuhan. Kita menjawab panggilan telepon seseorang yang mungkin sifatnya penting, tetapi menjawab panggilan Tuhan dalam Misa Kudus, baik sebagai anggota komunitas Gereja maupun sebagai pribadi, jauh terlebih penting. Jaringan telepon genggam kita dapat menjangkau hubungan internasional, tetapi jaringan ibadah sembah sujud kita dalam Misa Kudus bahkan menjangkau hubungan persekutuan dengan para kudus - yaitu persekutuan kita dengan semua santa dan santo serta para malaikat di surga, jiwa-jiwa di api penyucian dan segenap umat beriman di dunia ini - dan tanpa dibebani biaya roaming! Sebab itu, matikanlah telepon genggam dan biarkan baterainya diisi; dengan demikian baterai jiwa kita juga akan diisi. Marilah kita menjalin komunikasi sejati dengan Tuhan dalam Misa, daripada berkomunikasi dengan sesama, sebab tersedia banyak waktu untuk itu di luar Misa.

Dering telepon genggam yang berbunyi pada waktu Misa, mengganggu orang banyak yang berusaha mengarahkan diri dan memusatkan perhatian pada Tuhan. Dalam beberapa kesempatan, dering telepon yang berbunyi pada saat homili dan saat Doa Syukur Agung sungguh membuyarkan konsentrasi saya. Sebab itu, demi rasa hormat kepada Tuhan dan sesama, telepon genggam wajib dimatikan pada waktu Misa, dan bahkan jauh lebih baik jika ditinggalkan di rumah. Bagi sebagian orang, para dokter misalnya, yang mungkin sedang “dinas jaga”, nada getar sama efektifnya dengan nada dering. Marilah kita mempersembahkan kepada Tuhan perhatian yang penuh tak terbagi; tak ada seorang pun atau suatupun yang pantas mengganggu saat-saat kita yang berharga bersama Tuhan.

(P. William P. Saunders)
diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”